Senin, 03 Februari 2014

Koreksi Total tentang Kesalahan Orang yang Sholat (Pasal ke-2)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


... Catatan Dars ...

Al-Qoulul Mubin fi Akhthoo’il Mushollin
Oleh :
Asy-Syaikh Masyhur Hasan Salman
(Murid senior Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)


..............................................................................................................................................



Pasal ke-2
Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat Berkaitan dengan
Tempat Sholatnya


- Ada 6 tempat terjadinya kesalahan dalam sholat berkaitan dengan tempat sholatnya, yaitu :
  1. Keyakinan sujud di tanah Karbala dan mengambil tanahnya untuk dipakai bersujud saat sholat dengan meyakini adanya keberkahan didalamnya ;
  2. Tempat sholat yang ada gambarnya ;
  3. Sholat menghadap atau diatas kuburan ;
  4. Mengkhususkan tempat di Masjid ;
  5. Masalah berkaitan dengan sutroh ;
  6. Orang yang berpaling dari kiblat




1. Keyakinan sujud di tanah Karbala dan mengambil tanahnya untuk dipakai bersujud saat sholat dengan meyakini adanya keberkahan didalamnya

- Secara umum tidak ada hadits shohih yang menjelaskan sucinya tanah Karbala atau adanya keutamaan bersujud disana atau keutamaan sholat di tanah Karbala atau mengambil tanahnya sebagai tempat untuk bersujud.

- Orang-orang Syi’ah meyakini bahwa itu Sunnah, lebih baik bersujud daripada di Masjidil Harom  è bentuk bid’ah dan ghuluwnya mereka terhadap Ahlul Bait.

- Bagi orang Syi’ah akal adalah alat utama mereka untuk mensyari’atkan suatu tindakan atau ucapan sehingga banyak tindakan mereka yang diluar akal manusia.

- Syaikh Al-Albani rohimahulloh berkata bahwa ada orang-orang yang mengarang kitab tentang keutamaan bersujud di Tanah Karbala dan disebut Al-Huseiniyah karena tempat terbunuhnya Husein. Disebutkan pula bahwa menurut orang Syi’ah ada hadits tentang keutamaan Tanah Karbala dimana orang yang bersujud diatasnya akan menerangi 7 bagian bumi, dan sebagainya. Ada pun hadits-hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah BATHIL, sanadnya tidak ada. Lalu, bagaimana mungkin hadits tersebut bisa diterima sebagai pegangan dan rujukan??????????



2. Tempat sholat yang ada gambarnya

- Imam As-Shon’ani membuat sebuah kesimpulan dari hadits Nabi ketika beliau terlalaikan sholat di atas khomishoh yang ada gambarnya bahwa segala sesuatu yang menyibukkan hati dari sholatnya hukumnya adalah MAKRUH.  Contoh : masjid penuh gambar kaligrafi, lantainya beraneka ragam warna dan bentuknya, tulisan shof pada shof, dan lain-lain.

- Hukumnya makruh sholat ditempat yang ada gambarnya. Kalau membuat dia tidak mengetahui apa yang dia baca, maka sholatnya BATAL.

- Dalil lainnya bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa malaikat tidak akan masuk rumah yang ada gambarnya.

- Hadits dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu ‘anhu bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Umar bin Khottob untuk menghapus gambar yang ada di Ka’bah.

- Hadits dimana para sahabat tidak mau sholat di dalam gereja yang ada gambarnya ketika mereka pergi berperang ke negeri orang Kafir dimana tidak ada masjid. Pendapat yang benar tentang masalah sholat di tempat ibadah orang kafir bahwa diperbolehkan sholat disana SELAMA tidak ada gambar dan patungnya sebagaimana hadits yang ditakhrij (dikeluarkan) dalam riwayat Bukhory dalam kitab shohihnya.

- Gambar pohon atau lainnya di sajadah è hukumnya adalah makruh dalam sholat dan merupakan kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat.



3. Sholat menghadap atau diatas kuburan 

Dalil ke-1 :
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim dan lafazh tersebut milik Abu Bakar. Ishaq berkata, telah mengabarkan kepada kami dan Abu Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Zakariya' bin 'Adi dari Ubaidullah bin Amru dari Zaid bin Abi Unaisah dari Amru bin Murrah dari Abdullah bin al-Harits an-Najrani dia berkata, telah menceritakan kepadaku Jundab dia berkata, "Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, aku mendengar beliau bersabda, 'Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta'ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu" [HR. Muslim, No. 827]


Dalil ke-2 :
Dari ‘Aisyah radhiallah 'anhaa bahwasanya tatkala Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sakit dimana beliau meninggal pada sakit tersebut, maka beliau bersabda : "Alloh melaknat orang-orang Yahudi dan nasrani, (karena) mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid. Kalau bukan karena hal ini, tentu mereka (para sahabat) akan mengeluarkan kuburan Nabi (dari rumah ‘Aisyah), hanya saja aku khawatir kuburan Nabi dijadikan masjid." [HR Al-Bukhori, No 1130 dan Muslim, No 529]


Dalil ke-3
“Sesungguhnya, di antara manusia terjelek adalah orang-orang yang menjumpai hari kiamat dalam keadaan masih hidup dan orang-orang yang menjadikan pekuburan sebagai masjid-masjid (tempat ibadah).” [HR. Ahmad, secara marfu’ dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu]


- Kesimpulan :
1.) Harom menjadikan kuburan sebagai masjid. Termasuk pula mewasiatkan orang lain agar dirinya dikuburkan di masjid apabila ia meninggal dunia nanti sebab dengan adanya kuburan di masjid, maka akan menjadi penghalang orang lain dapat sholat di masjid karena terdapat kuburan, menjadi sebab mengalirnya dosa kepada dirinya, menjadi sebab tidak diterimanya sholat orang lain karena ada kuburan di masjid. Demikian pula tidak boleh membangun masjid diatasnya, duduk diatasnya, dan sholat di kuburan. Dalam hadits disebutkan janganlah engkau menjadikan rumah-rumahm sebagai kuburan. Maksudnya bahwa kuburan itu tidak pernah disholati. Hadits itu juga sebagai contoh bahwa kuburan itu bukan tempat untuk sholat sehingga Alloh sifatkan rumah yang tidak disholati seperti kuburan. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam juga berdo’a, “Ya Alloh, jangan jadikan kuburanku sebagai sesuatu yang disembah.” Do’a beliau ini Alloh kabulkan.

2.) Menunjukkan tidak bolehnya sholat di masjid yang terdapat kuburan, baik 1 maupun banyak. è pendapat yang paling kuat.

3.) Tidak boleh sholat didalam masjid yang diantara masjid tersebut ada kuburan yang tidak dibatasi oleh tembok. Apabila kuburan itu dibangun di depan masjid da nada temboknya, maka yang seperti ini diperselisihkan oleh para ‘ulama. Pendapat yang benar hukumnya makruh sebab dapat mengantar kepada perkara kesyirikan. Harus mencari tempat lain.

4.) Sholat di kuburan atau masjid yang dibangun diatas kuburan adalah harom / makruh dalam semua keadaan.

5.) Larangan sholat pada kuburan yang nampak, kecuali pada kondisi tanah yang tidak nampak ada kuburannya. Jadi, yang diperiksa adalah kondisi tanah secara dhohirnya saja. Tidak perlu sampai melakukan penggalian untuk melihat ada mayat yang dikubur dibawahnya atau tidak. Akan tetapi, cukup melalui berita dari orang-orang sekitar. Kalau kuburannya sudah diratakan dan mayatnya sudah dipindah, maka bukan kuburan lagi.


Kasus :
Jika dalam masjid terdapat kuburan dalam satu tempat yang sama. Ada perincian, yaitu :


  • Kalau masjidnya yang lebih dahulu ada, kuburannya belakangan dibangun è Wajib kuburannya yang dipindah.
  • Kalau kuburannya yang lebih dahulu ada, masjidnya dibangun belakangan è Wajib masjidnya yang dibongkar.



4. Mengkhususkan Tempat di Masjid 

Dalil ke-1:
Telah mengabarkan kepada kami Abu 'Ashim dari Abdul Hamid bin Ja'far dari Ayahnya dari Tamim bin Mahmud dari 'Abdurrahman bin Syibl Al Anshari ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang membentangkan kedua siku layaknya binatang buas, sujud seperti burung gagak mematuk (tergesa-gesa), dan seorang laki-laki yang mengkhususkan tempat untuk shalat seperti seekor unta mengkhususkan tempat untuk menderum."[HR. Ahmad]

- Secara dhohir, ustadz melihat dari takhrij hadits yang dikeluarkan oleh penulis dimana penulis menukil dari Syaikh Al-Albani dimana terjadi kesalahan dalam silsilah haditsnya dan terbawa dalam nukilan penulis sehingga menunjukkan bahwa penulis mengambil langsung dari silsilah secara murni, hanya saja beliau merubah sedikit redaksi haditsnya è Penulis menyebutkan bahwa hadits diatas diriwayatkan dari jalan Tamim bin Muhammad è Harusnya dari jalan Tamim bin Mahmud.

- Tamim bin Mahmud dimana Bukhory berkata bahwa ia seorang rowi yang haditsnya tidak bisa dipakai sebagai pendukung.

- Kata Syaikh Al-Albani berkata bahwa hadits di atas ada pendukung dari jalan lain, yaitu dalam riwayat Imam Ahmad dari Utsman Al Barri dari Abdul Hamid bin Salamah dari ayahnya. Imam Daruqutni dan ‘ulama lainnya menjelaskan bahwa Salamah bin Abdul Hamid dinisbahkan kepada Abdul Hamid bin Salamah. Jadi, Salamah adalah kakeknya Abdul Hamid, bukan ayahnya. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid bin Yazid bin Salamah dan dia seorang rowi yang majhul (tidak dikenal) dan haditnya mursal.


Dalil ke-2 
Ada hadits lain dari Salamah bin Al Akwa’ rodhiyallahu ’anhu bahwa Yazid bin Abi Ubaid berkata, “Aku pernah bersama Salamah bin Al Akwa’, lalu ia shalat di sisi (di belakang) tiang yang ada di Al Mushof. Aku bertanya: ‘Wahai Abu Muslim, aku melihat engkau shalat di belakang tiang ini. Mengapa?’ Salamah berkata, ‘Aku pernah melihat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam memilih untuk shalat di belakangnya.’ " [HR. Bukhori, No. 502 dan Muslim, No. 509]

- Berdasarkan hadits di atas, dahulu terlihat mana tiang yang sering dipilih oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk sholat. Al-Hafizh Ibnu Hajar rohiamhulloh menyebutkan  setelah terjadi pembangunan di Masjidil Harom kita tidak mengetahui tiang mana yang dimaksud. Wallohu a’lam.

- Jadi, membuat tempat khusus untuk sholat di masjid adalah bid’ah apabila menjadi suatu adat kebiasaan. Ada pun kalau mencontoh Nabi, maka insya Alloh mendapat pahala sebagaimana Salamah. Bukan yang dimaksud dengan harusnya membuat tempat khusus untuk sholat.

- Kesimpulan :
  • Apabila membuat tempat khusus dalam sholat di masjid menjadi adat kebiasaan è Termasuk kesalahan.
  • Apabila dia mengkhususkan tempat di masjid karena kebanyakannya dia sholat disitu, tetapi ketika sholat ditempat yang lain pun dia tidak masalah è Insya Alloh tidak mengapa.




5. Masalah berkaitan dengan Sutroh 

- Sutroh adalah pembatas dalam sholat. Penghalang antara dirinya dnegan orang yang berlalu pada arah kiblat. Contohnya : tiang, pohon, tongkat, kendaraan, orang yang duduk, dan seterusnya.

Dalil ke-1 :
Dari Ibnu 'Umar rodhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian shalat, kecuali menghadap sutrah dan janganlah kalian membiarkan seorangpun lewat di hadapanmu, jika dia menolak hendaklah kamu perangi dia karena sesungguhnya ada syetan yang bersamanya." [HR. Muslim]

- “Hendaknya kamu perangiè menahannya agar jangan lewat.


Dalil ke-2
Dari Abu Sa'id Al-Khudri rodhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rosululloh shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang dari kalian shalat, hendaklah menghadap kepada sutrah dan hendaklah dia mendekat ke sutrah. Janganlah engkau membiarkan seorangpun lewat di antara engkau dengan sutrah. Jika ada seseorang melewatinya, hendaklah engkau membunuhnya, karena sesungguhnya dia itu syetan." [HR. Abu Dawud, No.297]

- Tambahan kata “hendaknya dia mendekati sutroh” adalah tambahan yang lemah, walaupun ada jalan lain dalam riwayat yang shohih dari Bukhory dan Muslim.


Dalil ke-3
Hadits dari Sa’ad bin Abi Asma,“ Jika salah seorang dari kalian shalat, maka hendaklah dia memakai sutrah dan mendekatinya, karena sesungguhnya syetan akan lewat di hadapannya." [HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan selainnya]

- Dari hadits diatas, Imam Asy-Syaukani rohimahulloh berpendapat bahwa sutroh hukumnya wajib. Dalam ilmu Ushul Fqih asal perintah adalah wajib sehingga menghadap sutroh hukumnya wajib.

- Telah berlalu hadits berkaitan 3 hal yang dapat membatalkan sholat seseorang apabila lewat dihadapan orang yang sholat, yaitu wanita, anjing hitam, dan keledai. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya sutroh.


Dalil ke-4 :
Para ‘ulama sangat menjaga sholatnya dengan sutroh. Dalam riwayat Bukhory dari Qurro bin Iyas, beliau berkata, “Umar melihatku sedang shalat di antara dua tiang.Kemudian, beliau langsung memegang leherku dan mendekatkan aku ke sutroh (penghalang) sambil berkata, “Shalatlah menghadap sutroh (penghalang)”. [HR. Bukhariy dalam Shahih-nya, 1/577 secara mu’allaq, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf, 7502]


Dalil ke-5 :
Hadits dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata, “Sungguh aku telah melihat para pembesar sahabat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berlomba-lomba mendekati tiang penghalang ketika waktu maghrib sampai Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya. ” [HR. Bukhori, 481]


Dalil ke-6 : 
Kemudian Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu juga berkata, “Dahulu seorang muadzdzin. Jika usai adzan, maka para sahabat Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bangkit berlomba-lomba mencari tiang (untuk dijadikan sutroh) sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar (dari rumahnya), sedang mereka dalam keadaan demikian melaksanakan sholat dua rokaat sebelum maghrib.” [HR. Al-Bukhory, 599]

Faidah dari Hadits diatas :
1.) Apabila adzan telah selesai dikumandangkan, para sahabat bersegera mencari tiang sebagai sutroh dan menunaikan sholat sunnah dahulu sebelum jama’ah sholat fatdhu didirikan. Berbeda dengan masyarakat sekarang begitu adzan selesai, iqomah segera dikumandangkan dan hal ini menyelisihi syari’at.
2.) Para sahabat tidak sembarangan ketika akan sholat. Mereka akan mencari sutroh terlebih dahulu.


Dalil ke-7 : 
Atsar dari Ibnu Abi Tsaibah dari Nafi’ bahwa Umar bin Khottob rodhiyallohu ‘anhu apabila tidak mendapatkan tiang ketika akan sholat, maka beliau meminta Nafi’ untuk duduk didepannya sebagai sutroh.


- Kesimpulan :
1.) Termasuk kesalahan apabila seseorang sholat tidak menggunakan sutroh sekalipun dia berada di tempat yang aman. Seharusnya dia memakai sutroh agar syaithon tidak memutus sholatnya.

2.) Tidak ada perbedaan dalam masalah penerapan sutroh dari hadits-hadits yang telah berlalu. Termasuk kekeliruan dimana ada sebagaian orang yang berkata bahwa di Makkah dan Madinah itu masjidnya besar, banyak orang sehingga sulit untuk menahan orang yang akan lewat di hadapan kita ketika sholat.

3.) Sebagian ‘ulama mengatakan sutroh berada di kanan atau kiri sedikit. Tidak boleh menghadap kiblat secara langsung. Termasuk kekeliruan karena hal itu tidak ada dalilnya dan yang benar sholat menghadap sutroh langsung.

4.) Ukuran sutroh

è Masalah tinggi sutroh dijelaskan dalam sebuah hadits.

Dari Abu Musa bin Tholhah dari ayahnya beliau mengatakan bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian sudah meletakkan sesuatu setinggi pelana unta di hadapannya, maka sholatlah dan jangan pedulikan siapa saja yang melintas di belakang sutrah.’ [HR. Muslim, No. 499].

Dari Abu Dzar, beliau berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berdiri untuk sholat, maka akan menutupinya bila di hadapannya ada semisal mu’khirotur rahl. Namun, bila tidak ada di hadapannya semisal mu’khirotur rahl, maka sholatnya akan terputus bila lewat di hadapannya keledai, wanita, dan anjing hitam.” Aku berkata (yakni Abdulloh Ibnush Shomit seorang rowi yang meriwayatkan dari Abu Dzar), “Wahai Abu Dzar, ada apa dengan anjing hitam bila dibandingkan dengan anjing merah atau anjing kuning?” Abu Dzar menjawab, “Wahai anak saudaraku, aku pernah menanyakan tentang hal itu kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana engkau menanyakannya kepadaku. Lalu, beliau berkata, ‘Anjing hitam itu setan.’ ” [HR. Muslim, No. 1137]

Mu’khirotul rahl adalah sandaran pelana yang biasanya ada di belakang penunggang hewan. Hadits diatas menunjukkan paling sedikit tinggi sutroh adalah setinggi belakang pelana kuda. Hal ini diperselisihkan oleh para ‘ulama berapa tingginya. Ada yang berpendapat ukurannya 1 dziro’ (seukuran dari jari tengah sampai siku). Sebagian ‘ulama mengatakan 1 dziro’ = 2/3 dziro’. Ada juga yang berpendapat harus seukuran tombak kecil. Akan tetapi, pada kenyataannya kayu yang dipakai sebagai bersandar berbeda-beda ketinggiannya. Kadang lebih, kadang kurang. Oleh karena itu, ukurannya kembali pada kaidah apakah dengan ukuran yang sedemikian sudah bisa membatasi atau tidak sebab dari ahli bahasa sendiri tidak ditentukan. Pendapat ini dkuatkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rohimahulloh dimana batasannya adalah selama bisa menjadi pembatas.

è Jarak antara orang yang sholat dengan sutroh sebagaiman dalam hadits yaitu seukuran tempat kambing dapat lewat (seukuran 1 dziro’-3 dziro’). Ukuran paling jauh 3 dziro’ (kurang lebih 1,4 meter dari tempat berdirinya). Semakin mendekati sutroh, maka semakin baik.

5.) Sutroh hukumnya wajib, baik sholat sendiri maupun berjama’ah dimana dia sebagai imam. Makmum tidak wajib memakai sutroh sebab sutrohnya adalah imam. Hal itu menunjukkan imam harus memiliki ilmu sehingga ia tidak terjatuh dalam perbuatan dosa ketika menunaikan sholat berjama’ah dan juga bisa menjadi rohmat bagi makmum. Dalilnya hadits dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu ketika beliau menaiki unta. Lalu, beliau turun dan berjalan diantara shof-shof orang yang sholat (menunjukkan bahwa makmum tidak wajib memasang sutroh). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak menegur perbuatan Ibnu Abbas saat itu. Padahal beliau ini mampu melihat apa-apa yang berada dibelakang beliau dan mengetahui khusyuknya para sahabat. Menunjukkan beliau tidak mengingkari perbuatan Ibnu Abbas. Termasuk mukjizat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dapat melihat orang yang berada dibelakangnya. Perbuatan beliau yang tidak mengingkari Ibnu Abbas termasuk Sunnah Taqririyah (persetujuan Nabi terhadap perbuatan para sahabat berkaitan dengan syari’at Alloh).

6.) Makmum masbuk disyari’atkan untuk mendekati sutroh. Tidak ada dalil yang menjelaskan batalnya sholat seseorang apabila melakukan lebih dari 3 gerakan diluar sholat dan pendapat seperti itu hanya muncul dikalangan orang 'awam sebab Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah sholat diatas mimbar dalam rangka mengajari manusia tata cara sholat. Ketika berdiri, beliau berada diatas mimbar. Ketika hendak sujud, maka beliau mundur kebelakang sehingga sujud dibawah mimbar. Ketika hendak berdiri roka’at berikutnya, maka beliau berjalan kembali ke atas mimbar. Beliau pun juga pernah sholat sambil menggendong anaknya ketika sholat fardhu. Gerakan dalam sholat diluar gerakan-gerakan sholat hukumnya diperbolehkan selama tidak menyibukkannya dari sholat. Makmum yang masbuk yang semula sholat dengan sutroh orang yang duduk. Lalu, orang yang duduk pergi, maka makmum berjalan mendekati sutroh kalau memang dekat. Apabila terlalu jauh sutrohnya, kemudian dia melangkah. Namanya bukan melangkah, tapi sudah berjalan. Jadi, ukurannya adalah selama gerakan tersebut tidak menyibukkan dirinya dari sholatnya. Boleh maju atau mundur sedikit untuk sholat menghadap sutroh.

7.) Kalau ada orang yang lewat diantara orang yang sholat dengan sutroh, maka jangan didiamkan sebab ia bersama syaithon. Dalam hadits tidak disebutkan dengan jelas 40 maksudnya. Menunjukkan bahayanya orang yang lewat dihadapan orang yang sholat.

Kasus :
Ada orang sholat menghadap sutroh. Dia tidak sadar bahwa ada orang yang lewat antara diirnya dengan sutroh. Ketika sudah lewat, dia baru sadar. Apa yang dia lakukan? Kata Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh bahwa jumhur ‘ulama berkata untuk dibiarkan saja lewat apabila kita tidak mengetahuinya sebab jika orang yang lewat tersebut kita tarik kembali, bisa jadi orang tersebut akan lewat lagi untuk kedua kalinya. 



6.) Sholat Tidak Menghadap Kiblat dengan Tepat

- Menghadap kiblat di tempat yang jelas arah kiblatnya, maka dia harus sholat langsung dihadapan kiblat, Kalau salah kiblatnya, harus diulangi, Apabila tempatnya jauh, contoh di Indonesia. Kata Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa antara Timur dan Barat adalah kiblat. Ada pun Indonesia letak kiblatnya antara utara-selatan.



_SELESAI_


[Faidah dari Al-Ustadz Dzulqornain hafizhohulloh dalam Pembahasan “Al-Qoulul Mubin fi Akhthoo’il Mushollin”, Pasal ke-2, 2013]





_______________________________________________________________________________

Tidak ada komentar: