Selasa, 18 November 2014

Antara Seorang 'Alim, Mufti, dan Qodhi

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ




لماذا لا يسوغ للعامي أخذ الفتوى من الكتب ... أو مما يسمعه أو يشاهده و لا بد أن يأتي العالم ويسأله ؟

ليست الفتوى مجرد إعطاء الجواب للسائل...
بل لابد فيها من مراعاة حال السائل وواقعه وتنزيل الحكم الشرعي عليه...
ولابد أن ينظر في مآلات الحكم ثم يجيبه على سؤاله ...
وبهذه الأمور يحتلف كلام العالم في المسألة عن كلام المفتي .
وأمّا القاضي فهو الذي يملك تنفيذ الحكم وتطبيقه على السائل، وهذا لا يملكه المفتي و لا العالم .
فالقاضي سلطته تنفيذه إذ ينوب في ذلك عن ولي الأمر، ولذلك هو الحاكم الشرعي .

وبالمثال يتضح المقال:
العالم يتكلم عن الطلاق وأنواعه : الطلاق السني والطلاق البدعي ومتى يقع ومتى لا يقع يذكر اختلاف العلماء والدلة.
المفتي تسأله عن مسألة في الطلاق : فيسأل عن الواقعة كيف صدرت وبأي حال كانت المرأة، وعن لفظ الطلاق، ويستفصل عن كل أمر يؤثر في حكم الطلاق، ثم يقول: هذا الطلاق غير واقع. مثلاً.
القاضي ينظر إذا قيل : إن المطلق كان غضباناً غضباً شديداً أخرجه عن إدراك ما يتلفظ به، فما عاد يشعر بماذا تكلم، عندها يقول القاضي: هل لديك شهود أنك إذا غضبت يصبح هذا حالك؟ فإذا أتى بالشهود بقول له القاضي: هل لديك شهود أنك طلقت وقد بلغ حالك هذا المبلغ؟ فإن قال ليس لدي شهود! يقول القاضي: هل تقسم بالله أن الطلاق صدر منك في هذه الحال؟ فإن أقسم . تحقق القاضي من حاله، بأتي إلى المرأة ويسألها عن حالها .. وهكذا يتحقق من الأمور فإذا ثبتت أنفذ الطلاق. فإن كانت الطلقة الثالثة فرق بينهما، وإن كانت رجعية أخبره القاضي بذلك وان الأمر بيده إن شاء أرجعها في العدة وإن شاء تمضي العدة ولا تحل له إلا بعد جديد ومهر جديد في الرجعية. وإذا كانت الثالثة أخبره أنها لا تحل له حتى تنكح زوجاً آخراً ويدخل بها فإن طلقها، خطبها زوجها الأول كغيره من الخطاب.

فالعالم يقرر المسألة.
والمفتي ينزلها على واقع المستفتي .
والقاضي ينفذ الحكم .

وفي طبقات الفقهاء: 175 – 176، وسير أعلام النبلاء (13/ 115): "قال أبو إسحاق الشيرازي : ... وسمعت شيخنا القاضي أبا الطيب الطبري يقول: سمعت أبا العباس الخضري قال: كنت جالسا عند أبي بكر محمد بن داود، فجاءته امرأة، فقالت: ما تقول في رجل له زوجة، لا هو يمسكها، ولا هو يطلقها ؟ فقال أبو بكر: اختلف في ذلك أهل العلم؛ فقال قائلون: تؤمر بالصبر والاحتساب، وتبعث على الطلب والاكتساب. وقال قائلون: يؤمر بالإنفاق، وإلا حمل على الطلاق. فلم تفهم المرأة قوله، فأعادت سؤالها عليه! فقال: يا هذه قد أجبتك...ولست بسلطان فأمضي، ولا قاض فأقضي، ولا زوج فأرضي، فانصرفي. قال: فانصرفت المرأة ولم تفهم جوابه "اهـ.


أقول: جواب أبي بكر محمد بن داود الظاهري جواب عالم ... وليس فتوى و لا قضاء قاض.!


-------------------

Mengapa seorang awam tidak diperbolehkan mengambil fatwa dari buku-buku, audio, atau video, melainkan dia harus mendatangi seorang 'alim dan bertanya kepadanya?

Fatwa itu tidaklah sekadar memberikan jawaban bagi penanya.. Tapi juga harus memperhatikan kondisi si penanya, bagaimana kejadiannya, dan mendudukkan hukum syar'i yang berlaku padanya... Diharuskan juga melihat tempat-tempat kembalinya hukum, baru kemudian menjawab pertanyaan.. Karena itulah ucapan seorang 'alim tentang suatu permasalahan bisa berbeda dengan ucapan seorang mufti. Adapun seorang hakim, dia berwenang untuk memutuskan suatu perkara ketika dia menjadi wakil pemerintah. Karena itulah posisinya adalah sebagai hakim syar'i.

Perkataan ini akan lebih jelas jika disertai contoh.

  • Seorang 'alim berbicara tentang masalah talak dan jenis-jenisnya;apa itu talak sunnah, apa itu talak bid'ah, bagaimana sebuah talak bisa jatuh atau tidak. Dia sebutkan pula tentang perbedaan pendapat ulama disertai dalil-dalilnya.
  • Sedangkan seorang mufti ketika ditanya tentang permasalahan talak, maka dia akan bertanya tentang kejadiaannya, bagaimana peristiwa muncul, bagaimana kondisi si wanita, seperti apa lafadz talak yang telah terucap, dan meminta perincian tentang semua perkara yang bisa berpengaruh pada hukum talak, baru kemudian dia mengatakan : "Talak ini tidak sah!" misalnya. 
  • Adapun seorang hakim dia akan menimbang permasalahan jika dikatakan kepadanya : Seorang laki-laki mengucapkan talak saat dirinya dalam kondisi marah besar. Kemarahan itu membuat dia tidak mengerti apa yang sedang dia katakan. Hingga dia benar-benar tidak lagi menyadari kalimat talak yang telah dia ucapkan. Dalam kasus ini, hakim akan bertanya : Apakah Anda punya saksi yang mengetahui bahwa kondisi Anda akan seperti itu jika sedang marah? Jika dia mendatangkan saksi, maka hakim akan bertanya kembali : Apakah Anda punya saksi bahwa Anda telah mengucapkan talak ketika sedang di puncak kemarahan? Jika dia berkata : Saya tidak punya saksi! Maka hakim akan bertanya : Apakah Anda sanggup bersumpah dengan nama Allah bahwa ucapan talak itu muncul dari diri Anda dalam kondisi demikian? Jika dia bersumpah, maka hakim akan memastikan keadaannya dengan mendatangkan si wanita dan menanyakan keadaannya.. Demikianlah dia memastikan perkara tersebut. Apabila perkaranya telah tetap, maka hakim pun akan menjatuhkan talak. Jika talaknya adalah talak tiga, maka dia memisahkan keduanya. Namun jika talaknya adalah talak raj'iy, maka hakim akan memberitahukannya, sedangkan keputusannya berada di tangan si pentalak. Jika dia mau, dia bisa rujuk di masa 'iddah. Atau dia juga bisa membiarkan masa 'iddah itu lewat, sehingga tidak halal baginya wanita itu kecuali dengan akad nikah baru berikut maharnya jika ingin rujuk. Jika talak itu adalah talak tiga maka hakim akan memberitahukan bahwa wanita itu tidak halal baginya hingga dia menikah dengan laki-laki lain dan laki-laki itu menggaulinya, kemudian mentalaknya. Maka laki-laki yang pertama boleh mengkhithbahnya kembali sebagaimana yang lainnya.



Maka seorang ulama menetapkan suatu permasalahan, sedangkan Mufti mendudukkan permasalahan berdasarkan kejadian yang dialami si peminta fatwa. Ada pun Hakim, dialah yang memutuskan hukum.



Disebutkan di dalam Thabaqaat Al-Fuqahaa` 175-176, dan Siyar A'laam An-Nubalaa` 13/115 : 

Abu Ishaq Asy-Syiraziy berkata, "....Aku mendengar syaikh kami Al-Qaadliy Abu Thayyib Ath-Thabariy berkata, 'Aku mendengar Abu Al-'Abbas Al-Khudlriy berkata, 'Dahulu kami pernah duduk di sisi Abu Bakr Muhammad bin Daud. Kemudian datanglah seorang wanita, dia berkata : Apa yang akan engkau katakan tentang seorang laki-laki yang memiliki istri, namun laki-laki itu tidak bersamanya, dan tidak pula menceraikannya?  Abu Bakr pun menjawab : Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan seperti ini. Sebagian ada yang mengatakan : Perempuan itu diperintahkan untuk bersabar dan mengharapkan pahala. Hingga kelak akan dibangkitkan dalam keadaan meminta hak (yang tidak ditunaikan oleh suaminya saat di dunia) dan dia akan mendapat balasan (atas kesabarannya). Sebagian lagi mengatakan : Laki-laki itu diperintahkan untuk memberikan nafkah. Jika tidak, maka dia diberi pilihan untuk menjatuhkan talak. Maka wanita itu tidak memahami ucapan Abu Bakr. Dia pun mengulangi pertanyaannya. Hingga Abu Bakr berkata : Saya telah menjawab pertanyaanmu.. Tapi saya bukanlah penguasa yang berhak menyelesaikan perkara. Saya juga bukan hakim yang berhak memutuskan hukum. Saya pun bukan suami yang berhak meridhai. Maka pergilah..' Akhirnya wanita itu pun pergi dalam keadaan belum memahami jawabannya. "  -- selesai penukilan --


Aku (Syaikh Muhammad Bazmul) berkata :
Jawaban Abu Bakr Muhammad bin Daud Azh-Zhahiriy adalah jawaban seorang 'alim, bukan fatwa, bukan pula putusan hukum dari seorang hakim. 

_________________________________________________________________

Maroji :
Diterjemahkan oleh أم عبدالله dari page Facebook محمد بن عمر بازمول



Tidak ada komentar: