Sabtu, 27 Juli 2013

MEMBALAS CELAAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Sering kita jumpai di sekitar kita orang-orang yang mencela atau mencemooh diri kita. Baik itu karena perbuatan kita ataukah karena ucapan kita. Baik itu dalam perkara dunia, maupun dalam perkara agama. Sering kali pula hati kita berkeinginan untuk membalas celaannya karena dorongan naluri manusia yang tidak akan terima begitu saja apabila dirinya dihina atau direndahkan orang lain. 

Terkadang kita merasa lebih baik dari orang yang telah mencela kita terlebih dahulu. Kita merasa apa yang ditudingkannya itu tidak benar. Kita pun juga merasa bahwa orang lain telah salah dan kita benar. Lantas kita pun merasa “berhak” untuk membalas celaannya tersebut dengan celaan yang sama atau bahkan lebih besar. 




Tapi, pernahkan kita berpikir bahwa sikap kita tersebut, yaitu dengan membalas celaannya menunjukkan bahwa kita telah lebih baik, lebih ‘alim (berilmu), dan lebih mulia dari orang yang telah terlebih dahulu mencela diri kita???? 

Ataukah sikap kita itu justru malah menunjukkan bahwa antara diri kita dengan orang yang mencela itu pada hakikatnya sama saja, yaitu sama-sama buruknya????

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Seorang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka berkata keji, dan suka berkata kotor.” 
(HR. At-Tirmidzi no.1977, dinyatakan shohih oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)



Dalam hadits lain, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, 


“Mencela seorang muslim adalah perbuatan fasik dan membunuhnya adalah perbuatan kufur.” 
(HR. Al-Bukhari, No. 48)


Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Dua orang yang saling mencela dosanya ditanggung oleh yang memulai, selama orang yang dizalimi tidak melampaui batas.” 
(HR. Muslim no. 2587)


Artinya, dosa saling mencela yang terjadi di antara dua orang itu seluruhnya ditanggung oleh orang yang memulai, kecuali jika orang yang kedua melampaui batas kadar pembelaan diri sehingga balas mencela orang yang mulai mencela tersebut dengan celaan yang lebih banyak. (Al-Minhaj, 16/140)

Memang, membalas celaan orang yang telah mencela kita itu diperbolehkan oleh syari’at, selama celaan kita tidak melebihi dari orang yang mencela kita. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia,


“Dan orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” 
(QS. Asy-Syura: 43)


Itulah sikap yang terbaik yang hendaknya kita berikan kepada orang yang telah mencela diri kita, yaitu BERSABAR dan MEMAAFKAN. Berlapang dada terhadap apa yang diucapkannya. Menuliskannya memang terasa lebih mudah dan melakukannya tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan. Namanya manusia, pasti ada keinginan tersendiri dalam dirinya untuk membalas celaannya tersebut, baik itu dengan alasan supaya orang tersebut tahu bagaimana rasanya dicela, maupun menunjukkan kepada si pencela bahwa dirinya pun juga terdapat aib atau sesuatu yang menjadikan ia juga "pantas " untuk dicela, dan niat-niatan tersembunyi lainnya. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperingatkan dalam sabda beliau yang disampaikan oleh Jabir bin Salim radhiyallahu ‘anhu perihal membalas celaan dengan menyebutkan aib yang ada pada si pencela,


“Apabila seseorang mencaci dan mencelamu dengan aib yang ada padamu, jangan engkau balas mencelanya dengan aib yang ada padanya, karena dosanya akan dia tanggung.” 
(HR. Abu Dawud, dinyatakan hasan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Shahihul Musnad 1/144)







Jik kita merenungkannya baik-baik, biasanya orang yang membalas celaan orang lain hanya akan memunculkan celaan lain yang lebih keji dan lebih memperbanyak aib seseorang yang akan kita buka. Ketika kita membalas orang yang mencela kita terlebih dahulu, orang itu pun menjadi tidak terima. Kemudian membalasnya lagi. Kita pun ikut membalas lagi. Terus berlanjut demikian hingga akhirnya banyak aib dari diri kita maupun orang lain yang akhirnya kita buka. Kita umbar begitu saja dengan dorongan nafsu amarah. Kata-kata keji dan kasar pun akhirnya bermunculan dari lisan kita.

Niat awal yang tadinya hanya untuk memberi "pelajaran" kepada si pencela berubah menjadi arena cela-mencela. Akhirnya, bukannya memperjernih suasana, justru malah semakin memperkeruh suasana dan penyelesaian pun  tidak tercapai. 

Dibalik itu semua, sesungguhnya masih ada bahaya besar yang mungkin timbul dari dua orang yang saling mencela satu sama lain ini yang bisa jadi kita tidak memperhatikan akibat dari ucapan kita tersebut di sisi Alloh yang ternyata ucapan tersebut BISA JADI telah menimbulkan dosa besar di sisi-Nya. Wal ‘iyya ‘udzubillah.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan hal itu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Sesungguhnya seseorang mengatakan SATU ucapan yang dia tidak menganggapnya sebagai ucapan jelek, namun ternyata dengan ucapannya itu dia terjerumus selama tujuh puluh (70) tahun di dalam neraka.” 
(HR. At-Tirmidzi No. 2314, dinyatakan Shohih oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullah dalam Shohih Sunan At-Tirmidzi)



Dalam hadits lain, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga menceritakan,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan sekelompok sahabat yang sedang duduk. Lalu beliau bertanya, “Maukah kuberitahukan tentang orang yang terbaik dan orang yang terjelek di antara kalian?” Para sahabat terdiam. Beliau mengulangi pertanyaan itu sampai tiga kali. Berkatalah salah seorang dari mereka, “Tentu, wahai Rasulullah. Beri tahukanlah kepada kami orang yang terbaik dan orang yang terjelek di antara kami.” Beliau pun berkata, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah yang bisa diharap kebaikannya dan orang lain merasa aman dari kejelekannya. Adapun orang yang terjelek di antara kalian adalah orang yang tak bisa diharap kebaikannya dan orang lain tak bisa merasa aman dari kejelekannya.” 
(HR. At-Tirmidzi, No. 2263, dinyatakan shohih oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullah dalam Shohih Sunan at-Tirmidzi)



Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,


“Sungguh, seseorang mengucapkan sebuah perkataan yang termasuk ucapan yang diridhai oleh Allah, yang dia tidak menaruh perhatian pada ucapan itu, ternyata dengan ucapan itu Allah mengangkatnya beberapa derajat. Sungguh, ada pula seorang hamba mengucapkan sebuah perkataan yang termasuk perkataan yang dimurkai oleh Allah, yang dia tidak menaruh perhatian pada ucapan itu, ternyata dengan ucapan itu dia terjatuh ke dalam Neraka Jahannam.” 
(HR. Al-Bukhari)


Oleh karena itu, marilah kita tahan lisan-lisan kita dari berbicara yang tiada gunanya, kata-kata yang penuh hinaan dan cacian kepada orang lain yang itu hanya akan memunculkan fitnah dan masalah baru yang lebih besar. Menjaga lisan ini, walaupun berat, tapi pahalanya luar biasa. Tidak ada salahnya jika kita bersabar dan  membiarkan celaan orang yang mencela kita, walaupun dorongan jiwa ini sebenarnya begitu kuat untuk membalasnya. Insya Alloh dengan bersabar dan memaafkan itulah sikap yang terbaik, meminimalisir munculnya mudhorot (keburukan) lain yang lebih besar, sekaligus menuai pahala dan keutamaan di sisi-NYA

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu,


“Siapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan), aku akan menjamin surga baginya.” 
(HR. Al-Bukhari, No. 6474)


Tidak membalas celaan bukan berarti kita berada dipihak yang kalah. Justru dengan membiarkannya, menganggapnya sebagai angin lalu saja, menunjukkan bahwa kita sedikit lebih baik dari dirinya karena bisa dipastikan seseorang yang mencela itu pada dasarnya ada amarah yang sedang tersembunyi dan seseorang yang sedang diliputi rasa amarah, sesungguhnya hanya akan menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya melalui lisan-lisannya yang tidak terkendali.




________________________________________________________________


Tidak ada komentar: