Kamis, 11 Juli 2013

TUNTUNAN SHOLAT MALAM (3)


JUMLAH RAKAAT SHOLAT TARAWIH
Oleh : Al-‘Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi



A. JUMLAH RAKAAT SHALAT TARAWIH

Letak Kesepakatan :
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullâh berkata, “Dan para ulama telah bersepakat bahwa tidak ada batasan dan ukuran tertentu dalam shalat Lail karena (shalat) itu adalah shalat Nafilah. Barangsiapa yang berkehendak, ia memperpanjang dalam hal berdiri dan mengurangi rakaat, dan barangsiapa yang berkehendak, ia memperbanyak ruku’ dan sujud.” [Al-Istidzkâr]


Letak Persilangan Pendapat :
Terdapat perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah rakaat shalat Tarawih. Menurut Abu Hanîfah, Ats-Tsaury, Asy-Syâfi’iy, Ahmad, dan selainnya, jumlah rakaat shalat Tarawih tanpa shalat Witir adalah 20 rakaat. Oleh Al-Qâdhi ‘Iyâdh dan selainnya, pendapat ini disandarkan kepada pendapat jumhur ulama.

Di sisi lain, Imam Malik berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih adalah 36 rakaat.

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh menyebutkan bahwa Imam Ahmad memberi nash bahwa 20, 36 (tanpa shalat Witir), 11, dan 13 (dengan shalat Witir), semuanya adalah bagus. [Majmû’ Al-Fatâwâ]

Imam At-Tirmidzy berkata, “Para ulama bersilang pendapat tentang qiyâm Ramadhan. Sebagian berpendapat bahwa shalat itu, bersama shalat Witir, berjumlah empat puluh satu rakaat. Hal ini adalah pendapat ulama Madinah, dan amalan mereka di Madinah di atas hal ini.

Berdasarkan riwayat dari Umar, Ali, dan selain keduanya di antara shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kebanyakan ulama berpendapat (bahwa shalat itu bersama witir) berjumlah dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Ats-Tsaury, Ibnul Mubarak, dan Asy-Syâfi’iy.

Asy-Syâfi’iy berkata, ‘Demikianlah kami mendapati bahwa, di negeri kami, Makkah, mereka melaksanakan shalat itu sebanyak 20 rakaat.’

Ahmad berkata, ‘Dalam hal ini, diriwayatkan (beberapa bentuk pelaksanaan),’ tetapi beliau sendiri tidak memutuskan (bentuk) yang kuat.

Ishaq berkata, ‘Bahkan, kami memilih 41 rakaat berdasarkan riwayat dari Ubay bin Ka’ab.”

Demikianlah uraian Imam At-Tirmidzy dalam Jâmi’ At-Tirmidzy tentang pendapat ulama dalam hal ini.


Tarjih :
Dalam hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, beliau berkata,

“Tidaklah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menambah dalam Ramadhan dan tidak (pula) pada bulan lain melebihi 11 raka’at.” [Muttafaqun ‘alaihi] 

Juga dalam hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ riwayat Muslim bahwa beliau berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sebanyak 11 rakaat sejak selesai (mengerjakan) shalat Isya sampai shalat Fajr (shalat Shubuh). Beliau memberi salam (mengakhiri pelaksanaan shalat) setiap dua rakaat dan mengerjakan shalat Witir sebanyak satu rakaat.”  [Diriwayatkan oleh Muslim]. 

Disebutkan pula, jumlah 13 rakaat dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat 13 pada malam hari.” [Diriwayatkan oleh Muslim]. 
Selain itu, dalam hadits Zaid bin Khâlid Al-Juhany radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Zaid berkata, “Sungguh saya akan memperhatikan (pelaksanaan) shalat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada malam hari, maka beliau mengerjakan shalat 2 rakaat ringan, kemudian mengerjakan shalat 2 rakaat panjang, panjang, panjang sekali, lalu mengerjakan shalat 2 rakaat yang lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, selanjutnya mengerjakan shalat 2 rakaat, dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, kemudian mengerjakan shalat 2 rakaat, dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, lalu mengerjakan shalat 2 rakaat dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, selanjutnya mengerjakan shalat Witir. Maka, itu (berjumlah) 13  rakaat.” [Diriwayatkan oleh Muslim]


Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa shalat beliau berjumlah sebelas rakaat juga diriwayatkan tiga belas rakaat.”

Namun, jumlah sebelas dan 13 rakaat ini bukanlah pembatasan. Bagi seseorang yang ingin mengerjakan shalat lebih dari jumlah itu, tidaklah mengapa, berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Shalat malam (dikerjakan sebanyak) dua (rakaat)-dua (rakaat). Apabila khawatir bahwa waktu shubuh (telah masuk), (hendaknya) salah seorang dari kalian mengerjakan shalat Witir sebanyak satu rakaat, maka menjadi witirlah shalat yang telah dikerjakannya.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Demikian pendapat yang dikuatkan oleh Al-Lajnah Ad-Dâ`imah, lembaga yang diketuai oleh Syaikh Ibnu Bâz, dan merupakan pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil, dan selainnya.

Adapun Syaikh Al-Albâny, beliau berpendapat bahwa shalat Tarawih wajib terbatas pada sebelas atau tiga belas rakaat.

[Tentang pembahasan jumlah rakaat shalat Tarawih di atas, silakan membaca Al-Istidzkâr, Al-Majmu’, Tharhut Tatsrîb, Fathul Bâry, Al-Mughny, Al-Inshâf, Nailul Authâr, Fatâwâ Al-Lajnah Ad-Dâ`imah, Asy-Syarh Al-Mumti’, Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ`il Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn, dan Taudhîh Al-Ahkâm]



B. KELEMAHAN HADITS SHALAT TARAWIH DUA PULUH RAKAAT

Dalam Shalâtut Tarâwîh, Syaikh Al-Albâny rahimahullah menjelaskan dengan lengkap bahwa hadits yang mengatakan bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat adalah hadits yang lemah sekali.

Syaikh Al-Albâny rahimahullah menegaskan kelemahan penisbahan pelaksanaan  20 kepada ‘Umar bin Khaththâb disertai dengan nukilan pelemahan dari beberapa imam, dan menyebutkan bahwa pelaksanaan yang benar dari ‘Umar adalah sebanyak 11 rakaat.

Selain itu, beliau menerangkan bahwa tidak ada nukilan sah, dari seorang shahabat pun, tentang pelaksanaan dua puluh rakaat.

Terakhir, beliau membantah persangkaan sebagian orang yang mengatakan bahwa syariat 20 rakaat merupakan kesepakatan para ulama.





~~~~~~~~~~~~~~00000~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar: