JUMLAH
RAKAAT SHOLAT TARAWIH
Oleh :
Al-‘Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi
A. JUMLAH
RAKAAT SHALAT TARAWIH
Letak
Kesepakatan :
Ibnu
‘Abdil Barr rahimahullâh berkata, “Dan para ulama telah bersepakat bahwa tidak
ada batasan dan ukuran tertentu dalam shalat Lail karena (shalat) itu adalah
shalat Nafilah. Barangsiapa yang berkehendak, ia memperpanjang dalam hal
berdiri dan mengurangi rakaat, dan barangsiapa yang berkehendak, ia
memperbanyak ruku’ dan sujud.” [Al-Istidzkâr]
Letak
Persilangan Pendapat :
Terdapat
perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah rakaat shalat Tarawih.
Menurut Abu Hanîfah, Ats-Tsaury, Asy-Syâfi’iy, Ahmad, dan selainnya, jumlah
rakaat shalat Tarawih tanpa shalat Witir adalah 20 rakaat. Oleh Al-Qâdhi ‘Iyâdh
dan selainnya, pendapat ini disandarkan kepada pendapat jumhur ulama.
Di sisi
lain, Imam Malik berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih adalah 36
rakaat.
Syaikhul
Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh menyebutkan bahwa Imam Ahmad memberi nash
bahwa 20, 36 (tanpa shalat Witir), 11, dan 13 (dengan shalat Witir), semuanya
adalah bagus. [Majmû’ Al-Fatâwâ]
Imam
At-Tirmidzy berkata, “Para ulama bersilang pendapat tentang qiyâm Ramadhan.
Sebagian berpendapat bahwa shalat itu, bersama shalat Witir, berjumlah empat
puluh satu rakaat. Hal ini adalah pendapat ulama Madinah, dan amalan mereka di
Madinah di atas hal ini.
Berdasarkan
riwayat dari Umar, Ali, dan selain keduanya di antara shahabat Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam, kebanyakan ulama berpendapat (bahwa shalat itu bersama
witir) berjumlah dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Ats-Tsaury, Ibnul
Mubarak, dan Asy-Syâfi’iy.
Asy-Syâfi’iy
berkata, ‘Demikianlah kami mendapati bahwa, di negeri kami, Makkah, mereka
melaksanakan shalat itu sebanyak 20 rakaat.’
Ahmad
berkata, ‘Dalam hal ini, diriwayatkan (beberapa bentuk pelaksanaan),’ tetapi
beliau sendiri tidak memutuskan (bentuk) yang kuat.
Ishaq
berkata, ‘Bahkan, kami memilih 41 rakaat berdasarkan riwayat dari Ubay bin
Ka’ab.”
Demikianlah
uraian Imam At-Tirmidzy dalam Jâmi’ At-Tirmidzy tentang pendapat ulama dalam
hal ini.
Tarjih :Dalam hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, beliau berkata,
“Tidaklah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menambah dalam Ramadhan dan tidak (pula) pada bulan lain melebihi 11 raka’at.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Juga dalam hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ riwayat Muslim bahwa beliau berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sebanyak 11 rakaat sejak selesai (mengerjakan) shalat Isya sampai shalat Fajr (shalat Shubuh). Beliau memberi salam (mengakhiri pelaksanaan shalat) setiap dua rakaat dan mengerjakan shalat Witir sebanyak satu rakaat.” [Diriwayatkan oleh Muslim].
Disebutkan pula, jumlah 13 rakaat dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat 13 pada malam hari.” [Diriwayatkan oleh Muslim].
Selain itu, dalam hadits Zaid bin Khâlid Al-Juhany radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Zaid berkata, “Sungguh saya akan memperhatikan (pelaksanaan) shalat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada malam hari, maka beliau mengerjakan shalat 2 rakaat ringan, kemudian mengerjakan shalat 2 rakaat panjang, panjang, panjang sekali, lalu mengerjakan shalat 2 rakaat yang lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, selanjutnya mengerjakan shalat 2 rakaat, dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, kemudian mengerjakan shalat 2 rakaat, dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, lalu mengerjakan shalat 2 rakaat dan keduanya lebih pendek daripada dua rakaat sebelumnya, selanjutnya mengerjakan shalat Witir. Maka, itu (berjumlah) 13 rakaat.” [Diriwayatkan oleh Muslim]
Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa shalat beliau berjumlah sebelas rakaat juga diriwayatkan tiga belas rakaat.”
Namun,
jumlah sebelas dan 13 rakaat ini bukanlah pembatasan. Bagi seseorang yang ingin
mengerjakan shalat lebih dari jumlah itu, tidaklah mengapa, berdasarkan hadits
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Shalat
malam (dikerjakan sebanyak) dua (rakaat)-dua (rakaat). Apabila khawatir bahwa
waktu shubuh (telah masuk), (hendaknya) salah seorang dari kalian mengerjakan
shalat Witir sebanyak satu rakaat, maka menjadi witirlah shalat yang telah
dikerjakannya.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Demikian
pendapat yang dikuatkan oleh Al-Lajnah Ad-Dâ`imah, lembaga yang diketuai oleh
Syaikh Ibnu Bâz, dan merupakan pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil,
dan selainnya.
Adapun
Syaikh Al-Albâny, beliau berpendapat bahwa shalat Tarawih wajib terbatas pada
sebelas atau tiga belas rakaat.
[Tentang
pembahasan jumlah rakaat shalat Tarawih di atas, silakan membaca Al-Istidzkâr,
Al-Majmu’, Tharhut Tatsrîb, Fathul Bâry, Al-Mughny, Al-Inshâf, Nailul Authâr,
Fatâwâ Al-Lajnah Ad-Dâ`imah, Asy-Syarh Al-Mumti’, Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ`il
Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn, dan Taudhîh Al-Ahkâm]
B.
KELEMAHAN HADITS SHALAT TARAWIH DUA PULUH RAKAAT
Dalam
Shalâtut Tarâwîh, Syaikh Al-Albâny rahimahullah menjelaskan dengan lengkap
bahwa hadits yang mengatakan bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengerjakan shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat adalah hadits yang lemah sekali.
Syaikh
Al-Albâny rahimahullah menegaskan kelemahan penisbahan pelaksanaan 20 kepada ‘Umar bin Khaththâb disertai dengan
nukilan pelemahan dari beberapa imam, dan menyebutkan bahwa pelaksanaan yang
benar dari ‘Umar adalah sebanyak 11 rakaat.
Selain
itu, beliau menerangkan bahwa tidak ada nukilan sah, dari seorang shahabat pun,
tentang pelaksanaan dua puluh rakaat.
Terakhir,
beliau membantah persangkaan sebagian orang yang mengatakan bahwa syariat 20
rakaat merupakan kesepakatan para ulama.
~~~~~~~~~~~~~~00000~~~~~~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar