Selasa, 08 Oktober 2013

Nasihat dikala Berkurangnya Semangat dalam Belajar : " Warisan Terindah Mutiara Ilmu Imam Ibnu Rojab Menerangkan Warisan Para Nabi (1) "

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ




... Catatan Dars ...


~Sebuah hadits yang didalamnya terdapat pokok agama yang indah, pijakan kehidupan yang sewajibnya dimiliki oleh setiap muslim karena banyaknya manfaat didalamnya. 

~Al Hafizh Ibnu Rojab Al Hambali rohimahulloh menyendirikan dalam menjelaskannya dalam sebuah buku untuk menerangkan kandungan hadits ini.



Dari Katsir bin Qais radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ketika aku sedang duduk disebelah Abu Darda’ di Masjid Damaskus. Tiba-tiba datang seorang laki-laki kepadanya. Lalu laki – laki itu berkata, “Wahai Abu Darda’, aku datang kepada mu dari kota Madinah untuk keperluan sebuah hadits yang sampai kepada ku bahwa engkau pernah meriwayatkan nya dari Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa Sallam. Abu Darda’ berkata, “Apakah kamu datang (sekalian) untuk berdagang?”. Laki-laki itu menjawab, “Tidak”. Lalu, Abu Darda’ berkata lagi, “Apakah kamu datang (sekalian) untuk keperluan selain itu?” Dia (laki-laki itu) menjawab, “Tidak”.   

Abu Darda’ pun berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Alloh akan memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridho atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam lautan. Sesungguhnya keutamaan seorang ‘alim (ulama) dibandingkan seorang ‘abid (ahli ibadah), seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ‘Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham. Tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” 

[Hadits shohih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, No. 3641 ; At-Tirmidzi, No. 2682 ; Ibnu Majah, No. 223, Ahmad, V/196 ; Ad-Darimi, I/98 ; Ibnu Hibban 88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-Mawarid, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, No. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi, I/174 ,No. 173, dan Ath-Thohawi dalam Musykilul Atsar, I/429, dari Abu Darda’ radhiyallahu’anhu]



~Hadits diatas menjelaskan tentang warisan yang banyak dilalaikan oleh manusia. Ibnu Rojab memaparkan kandungan hadits ini satu persatu, walaupun tidak semua kandungan beliau singgung, tapi pokok-pokok pembahasan beliau paparkan.

~Pada awal pembahasan : 
Termasuk kebiasaan para salaf memiliki semangat yang kuat dalam mempelajari agama dan menjemput kebaikan hingga salah seorang diantara mreka melakukan perjalanan yang sangat jauh ketika telah sampai satu hadits kepada mreka. Para ulama untuk mendapatkan satu hadits saja mereka rela melakukan perjalanan jauh, Berbeda dengan masa sekarang dimana Alloh mudahkan perjalanan yang jauh menjadi pendek, tetapi bersamaan dengan berbagai kemudahan tersebut, jarang terlihat ada SEMANGAT ditengah manusia, seperti semangatnya para ‘ulama di masa dahulu.




A. BEBERAPA CONTOH DARI SEMANGATNYA PARA ‘ULAMA KITA DAHULU DALAM MENEMPUH PERJALANAN MENUNTUT ILMU

-Abu Ayub Al Anshori rodhiyallohu ‘anhu  berjalan dari Madina menuju Mesir untuk bertemu sahabat karena satu hadits yang diceritakan oleh sahabatnya ;

-Jabir bin ‘Abdillah Al Anshori mendatangi ‘Abdulloh bin Unais. Padahal Jabir bin ‘Abdillah adalah periwayat hadits yang paling banyak (urutan ke-6). Imam As Suyuthi dalam Riwayatul Atsar menyebutkan 7 sahabat periwayat hadits terbanyak, yaitu Abu Hurairoh, Ibnu ‘Umar, Anas bin Malik, Ibnu ‘Abbas, Abu Said Al Khudry, Jabir bin ‘Abdillah, ‘dan ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anhuma ;





- Bahkan ada yang untuk mendapatkan satu hadits saja, mereka  mencari hadits dari orang yang kedudukannya berada dibawah mereka, tetapi pada akhirnya tidak dia dapatkan sebagaimana kisahnya Syu’bah Ibnul Hajjaj rohimahulloh atau selainnya. Dikisahkan bahwa Beliau melakukan perjalanan ke suatu negri untuk menjumpai Fulan karena mendengar bahwa si Fulan menyampaikan hadits tersebut dan Beliau  ingin mendengarnya langsung. Begitu didatangi si Fulan, ternyata si Fulan mendengar hadits tersebut dari orang lain. Maka, Beliu pun pergi mendatangi orang tersebut. Sampai pada akhirnya, ternyata hadits tersebut tidak dia dapatkan ;

-Kisah Nabi Musa menjumpai Nabi Khidir ‘alaihimussalaam yang diterangkan  dalam QS. Al Kahfy. Nabi Musa adalah ulul azmi dan Beliau lebih afdhol dari sisi ulul azmi, tetapi Nabi Khidir diberikan oleh Alloh ilmu yang tidak diketahui oleh Nabi Musa. Tatkala bertemu dengan Nabi Khidir, Nabi Musa berkata, ”Bolehkah saya ikut kepadamu sehingga saya mengetahui ilmu yang telah Alloh ajarkan kepadamu?” Pelajaran adab yang bisa kita ambil dari sini adalah Nabi Musa ketika berjumpa dengan Nabi Khidir, beliau tidak langsung meminta ilmu, tetapi beliau mengajukan  permohonan pertemanan dahulu dengan mengikuti Nabi Khidir agar Beliau mendapatkan ilmu tersebut.  

-Berkata Abdulloh Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, “Demi Alloh tiada yang berhak diibadi selain DIA. Tidak ada 1 surah pun, kecuali aku mengetahui dimana diturunkannya. Tidak ada 1 pun ayat dari Al Qur’an, kecuali aku mengetahui ayat ini diturunkan dalam kejadian apa. Andaikata aku mengetahui  ada yang lebih berilmu mengenai  Al Qur’an dan dapat aku jumpai dengan menunggangi unta, maka aku pasti akan melakukan perjalanan untuk menjumpainya.”

-Dari Abu Darda’ bahwa Masruq bin al-Ajda’ (imam dari kalangan tabi’in) berjalan dari Kufah ke Bashroh untuk menjumpai seseorang untuk bertanya sebuah ayat dari Al-Qur’an. Maka, seseorang memberitahu kepada Masruq bahwa yg menjelaskan ayat tersebut adalah penduduk syam. Lalu Masruq pergi ke Syam, kembali lagi ke Kufah, lalu beliau melanjutkan perjalana mencari orang tersebut ke Syam

-Pada masa Abu Darda’, ada seorang laki-laki dari Kufah melakukan perjalanan menuju Syam untuk bertanya tentang sebuah pertanyaan perihal bagaimana kedudukan sumpah yang telah ia ucapkan. Para ‘ulama ketika ada satu saja masalah fiqih yang mereka tidak mengetahui jawabannya, mereka melakukan perjalanan. Kuffah itu berada di Irak, sedangkan Syam berada di wilayah Yordania.

-Sa'id bin Jubair Al-Asadi Al-Kufi  berjalan dari Kufah menuju Makkah untuk bertanya kepada Ibnu ‘Abbas  berkaitan dengan tafsir sebuah ayat.

-Al Hasan Al Bashri berjalan dari Bashroh menuju Kufah menjumpai Ka’ab bin ‘Ujroh Al Anshori untuk bertanya tentang hadits Ka’ab dalam permasalahan haji perihal fidyah yang harus dibayar oleh orang yang melakukan pelanggaran haji.

-Ada seorang laki-laki yang sumpahnya tersebut susah bagi Ahli Fiqih untuk  menjawab kedudukan sumpahnya. Lalu, Ahli Fiqih ini menyuruh laki-laki tersebut  mendatangi fulan di negerinya. Laki-laki tersebut berkata bahwa negri itu terlalu jauh untuk dia datangi. Maka, ‘ulama tersebut pun berkata, 


“Sesungguhnya negeri itu dekat bagi orang yang memiliki perhatian terhadap agamanya.”




B. PELAJARAN DARI HADITS ABU DARDA’ 

-Menunjukkan adanya keseriusan para ‘ulama dalam belajar. Ada satu masalah yang mereka tidak mengetahui jawabannya, mereka melakukan perjalanan dan ini merupakan sebab keberkahan mereka dalam belajar. 

~Berbeda dengan masa sekarang yang didalamnya terdapat berbagai kemudahan, tapi masalahnya adalah semangatnya tidak seperti semangat orang-orang terdahulu dan ini yang menajdi permasalahan di tengah umat. Kesadaran akan pentingnya dan kebaikan ilmu inilah yang masih kurang ditengah umat manusia sehingga banyak diantara mereka menelantarkan nikmat-nikmat yang Alloh berikan.




Siapa yang menghadapi permasalahan penting dalam agamanya, hendaknya dia memiliki perhatian terhadap dirinya untuk menyelesaikannya dengan bertanya kepada Ahlul ‘ilmi.



-Pelajaran lain dari hadits ini kata Ibnu Rojab adalah kabar gembira dari Abu Darda’ kepada laki-laki itu, yaitu dikabarkannya keutamaan ilmu bagi orang-orang yang menempuh perjalanan menuntut ilmu. Termasuk adab dari para ‘ulama, mereka menyambut baik kedatangan orang-orang yang datang belajar dan memotivasinya sehingga mereka bersemangat dalam belajar dan menuntut ilmu dan ini adalah sebuah sikap yang dibangun di atas dalil Al Qur’an dan Sunnah.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “  (QS: Al-An'am : 54)





Hendaknya seorang penuntut ilmu selalu menjaga api semangat dalam belajar. Memahami kadar dari ilmu, keutamaannya agar selalu menjadi bekal dan motivasi bagi dirinya dalam mencari warisan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa Sallam.




B. PENJELASAN HADITS ABU DARDA' 






Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah membuatkan sebuah jalan, (sebagian riwayat) memudahkan jalannya menuju Surga …”


Disebutkan oleh Ibnu Rojab Al-Hanbaly rahimahullah tentang makna “menempuh jalan” di atas memiliki 2 kemungkinan, yaitu :

è Bermakna jalan hakiki, yaitu dimudahkan, diberi kesehatan, diberi semangat, diberi kemudahan menuju majelis ilmu, kalau dia keluar mencari ilmu dimudahkan bertemu dengan orang-orang yang dapat mengajarkan kebaikan kepadanya,

èBermakna jalan ma’nawi, yaitu menghafal, mempelajari, membahas, memahami, membaca, mengkaji, mendiskusikan, kalau bertemu dengan kawannya saling mengingatkan (mudzakaroh), memikirkan (tafakur).


Perhatikan lafazh hadits!
è“man salaka thoriiqon (siapa yang menempuh jalan)” . Thoriiqon dalam bentuk umum, maknanya bisa hakiki, bisa ma’nawi, yaitu jalan yang mengantar kepada ilmu.

è“Yaltasmisu” (bentuk fi’il mudhori ‘ yang kalau dalam bahasa Arab bermakna terus menerus) yang berarti kegiatan  menuntut ilmu itu terus menerus, istimroriyah (berkelanjutan), tidak terputus.





Orang yang terputus dari ilmu, tidak memberikan perhatian khusus dalam hidupnya untuk ilmu, hal tersebut tidak akan memberikan pijakan yang kuat bagi dirinya. Kadang ia semangat disebagian keadaan saja, Tetapi, ketika seseorang mempunyai waktu khusus atau perhatian khusus untuk ilmu, Artinya dia selalu berusaha menjaga api semangat dalam menuntut ilmu didalam jiwanya. Semangat dalam menuntut ilmu ini perlu dijaga oleh seorang hamba. Oleh karena itu, perlunya seseorang kontinyu dan mempunyai waktu khusus dalam belajar.





"Alloh mudahkah baginya jalan menuju ke Surga"

Kemungkinan maknanya ada 4, yaitu :

è Makna ke-1 : Alloh mudahkan ilmu syari’at ini untuknya, yaitu mudah mencarinya, mempelajarinya, mudah menghafal, memahami. Diatas penafsiran ini ilmu itu mengantarkan ke Surga. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan sungguh Al-Qur’an kami mudahkan untuk berdzikir, maka adakah orang yang mau ber-dzikir.” (QS. Al Qomar: 17)




Al Qur’an adalah pokok ilmu..
Kemudahan dari sisi ilmu itulah pokok yang mengantar ke Surga.
Sebab dengan ilmu agama ...
Dia mengenal jalan-jalan yang mendekatkannya kepada Alloh .... 
Dia mengenal dari pintu-pintu ibadah mana yang terbuka untuknya ...
Bahkan jika sudah mengenal pintu-pintu ibadah, seseorang yang mengenal ilmu akan pandai menentukan dari pintu ibadah itu mana yang paling agung dan terkadang dari berbagai pintu dia bisa kumpulkan dalam satu waktu dengan sekali melakukan kegiatan ...
Semuanya bisa dilakukan  jika dia memiliki ilmu karena itu ilmu adalah jalan yang memudahkannya menuju kepada Surga.




è Makna ke-2, yaitu Alloh mudahkan beramal dengan ilmunya. Diatas makna yang kedua, dalam hadits disebutkan : Siapa yang ikhlas dalam menuntut ilmu, maka Alloh jadikan hal itu sebagai sebab dia mendapatkan hidayah, sebab dia mengamalkan ilmunya, sebab dia mengambil manfaat.” Jadi, kalau seseorang sudah berbekal dengan amalan sholih, itulah bekal yang mengantarkan atau memudahkannya menuju Surga.


è Makna ke-3 (perhatikanlah kedetailan para ‘ulama dalam memahami hadits. Jadi, 1 hadits mereka sebutkan berbagai makna indahnya) : Alloh mudahkan penuntut ilmu untuk beramal sehingga menjadi sebab dia mendapatkan ilmu yang lain. Maka, sebagian salaf berkata, 


Barang siapa yang mengamalkan ilmu yang diketahuinya, niscaya Alloh akan mewariskan kepadanya ilmu lain yang belum dia ketahui. Dan barang siapa yang tidak beramal dengan ilmu yang sudah diketahuinya maka sangat dikhawatirkan Alloh akan melenyapkan ilmu yang dimilikinya.”



Sebagaimana sebagian salaf juga mengatakan,



“Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan selanjutnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula orang yang melaksanakan kebaikan lalu dilanjutkan dengan melakukan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”




Oleh karena itu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 


“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambahkan petunjuk dan menganugrahkan ketakwaan kepada mereka.” 
(QS.Muhammad : 17)



Jadi, makna hadits Abu Darda’ diatas adalah kapan seorang penuntut ilmu belajar, lalu dia mengamalkannya,  maka Alloh akan membukakan kemudahan tambahan ilmu untuknya dan dari amalan yang memudahkannya menuju Surga.


Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Jikalau mereka melakukan apa yang dinasehatkan kepada mereka (1), niscaya akan lebih baik bagi mereka dan memperkokoh (iman mereka) (2). Dan kalau memang demikian, niscaya Aku anugerahkan kepada mereka pahala yang agung (3) dan Aku tunjukkan mereka jalan yang lurus (4).”  (Q.S. An Nisa’:66-68)


Nasihat : 
Kata ‘ulama, siapa yang ingin dikokohkan ilmunya, tidak lupa ilmunya, hendaknya dia beramal dengan ilmunya. Dari sini pelajaran lain yang bisa kita ambil, yaitu jika seorang hamba ingin dipelihara dalam kebaikan, menjaga nikmatnya adalah dengan belajar dan beramal sebab ini merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Alloh, sebagai sebab tertolaknya musibah dan petaka dari dirinya. Oleh karena itu, penting bagi seseorang memperhatikan makna yang agung seseorang beramal dgn ilmunya.




è Makna ke-4 : Alloh mudahkan mengambil manfaat dengan ilmunya kelak dikemudian hari sehingga dimudahkan jalannya menuju Surga.

Bukan hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat. Ketika manusia dibangkitkan dari kuburnya, berbagai kengerian terjadi. Manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan belum berkhitan, tanpa pakaian, tanpa alas kaki, Alloh murka dengan kemurkaan yang Alloh belum murka dengan kemurkaan sebelumnya dan setelahnya. Semua Nabi dan Rosul berkata, “Nafsi.. Nafsi.. (Diriku... diriku...)”, keadaan yang penuh dengan adzab, kondisi yang sangat dahsyat, di atas mereka matahari, dalam 1 hari dihari kiamat lamanya seperti 1000 sampai 50ribu tahun, pembagian catatan amal sholih dan keburukan, As Sirooth yang terbentang diatas Neraka Jahanam, kengerian yang penuh dengan kesusahan.. Dan seorang hamba, perlu kemudahan yang mengantarkannya kepada Surga.. 

Dan Ibnu Rojab Al Hanbaly rohimahulloh menyebutkan, “Ilmu akan memudahkan baginya jalan menuju Surga, maknanya ilmu itu akan memberikan manfaatnya dalam memudahkan baginya menuju Surga ketika di akhirat kelak. Menghalangi dari berbagai kejadian dan kengerian kehidupan negri akhirat.”


Nasihat : 
Seseorang yang belajar ilmu agama akan melihat berbagai kemudahan yang akan diberikan kepadanya. Tidak perlu seseorang berkecil hati karena sudah sering belajar, tapi masih sukar memahami. Keluhan-keluhan ini hendaknya tidak muncul dari seorang muslim yang betul-betul memahami hakikat keutamaan ilmu dan jaminan Alloh bahwa Alloh akan memudahkannya dalam menuntut ilmu 




Teladan Kegigihan dan Keseriusan Para 'Ulama dalam Belajar :





==> Sebagian As-Salaf, ada yang belajar berulang kali dalam mempelajari ilmu hadits, tetapi selalu gagal. Suatu kali dia berjalan -orang ini memiliki kejujuran- oleh karena itu, Alloh bukakan untuknya pelajaran yang membuatnya belajar, yaitu batu hitam yang menetes darinya air tetesan demi tetesan yang tidak pernah putus dan dia lihat batunya sudah berlubang. Lalu dia berkata, 




“Hati saya tidak lebih keras dari batu. Dan air ini tidaklah lebih lembut dari ilmu. Harusnya saya belajar karena ilmu ini akan lebih memberi pengaruh melebihi air kepada batu ini.”




Maka, dia pun terus belajar dan terus belajar sehingaa Alloh bukakan untuknya berbagai kebaikan



==> Imam Al Kisa’i (Imam besar Ahlul Hadits, tapi lebih menonjol di bidang Al-Qur’an dan bahasa Arab) ketika beliau belajar bahasa, beliau merasa seakan Beliau tidak dapat mempelajarinya. Suatu hari, Alloh perlihatkan kepada beliau kejadian yang membuat Beliau mengambil pelajaran. Seekor semut kecil yang membawa bawaan yang berat. Begitu naik di ketinggian, semut jatuh dengan bawaannya. Semut ambil lagi. Lalu naik lagi melalui jalan yang sama dan tidak melalui jalan yang lainnya. Jatuh lagi, naik lagi, terus berulang kali hingga si semut berhasil mencapai tempat tujuaannya. Al Kisa’i pun heran. Kata beliau, 



“Jika semut saja tidak pernah merasa kalah, apalagi saya yang mencari kebaikan. Semut ini membawa untuk dunianya, sedangkan saya membawa untuk akhirat saya.”




Akhirnya, beliau terus belajar dan belajar hingga semua orang mengenal Al Kisa’i dan orang belajar pasti tahu siapa Imam Al Kisa’i.




Nasihat :
Ilmu itu mengandung keberkahan didalamnya, yaitu Alloh berikan kemudahan bagi siapa pun yang menuntutnya. Hanya saja butuh kesabaran.  

Man salaka (berarti ada perbuatan berjalan, mencari). Seseorang yang ingin belajar, tetapi tidak mau merasakan letihnya menuntut ilmu, mustahil bagi dirinya untuk bisa mendapatkan ilmu sebagaimana seorang penyair Arab mengatakan,  

”Barangsiapa mencari ilmu tanpa mau bersusah payah, maka ia akan mendapatkannya tatkala burung gagak telah beruban. Artinya, dia tidak mendapatkan ilmu.  

Dalam Al-Qur’an, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan dan sombong kepada ayat-ayat Kami, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit. Dan mereka tidak akan masuk surga hingga Unta masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rof : 70)




==> Yahya bin Abi Katsir (seorang ‘ulama Yaman) dimasukkan oleh  Imam Muslim rohimahulloh dalam shohihnya. Kalau kita perhatikan metode Imam Muslim dalam menyusun hadits, beliau hanya menulis hadits yang bersambung dari ucapan Nabi saja. Ada pun dari shohabah hanya sedikit. Tapi, ketika sampai pada pembahasan sholat tentang hadits waktu-waktu sholat, Imam Muslim membawakan ucapan dari kalangan tabi’in, yaitu Yahya bin Abi Katsir. Hal ini diluar dari kebiasaan beliau. Mengapa bisa beliau membawakan satu ucapan ditengah pembahasan shohihnya? 

Ternyata kata sebagian ulama alasan Imam Muslim memasukkan ucapan Yahya bin Abi Katsir karena beliau ingin menghibur dirinya Hadits pembahasan waktu sholat, beliau kumpulkan dari berbagai bab dan dari berbagai negri, dari banyak ‘ulama pula beliau riwayatkan hadits-hadits tersebut. Oleh karena itu, beliau ingin menghibur dirinya dengan membawakan riwayat dari Yahya bin Abi Katsir, yaitu


“Sesungguhnya ilmu itu tidak didapatkan dengan badan yang SANTAI.”







Penuntut ilmu syar’i itu perlu duduk di majelis ilmu, sabar terhadap gurunya, fokus terhadap apa yang disampaikan gurunya agar meresap kedalam jiwanya. Jika mengantuk hendaknya dia bersabar, apabila sakit pun hendaknya dia juga bersabar. 





Kisahnya Syaikh Al-Albani : 
Dikisahkan bahwa Asy Syaikh Al-Albani rohimahulloh  menderita sakit pada matanya. Lalu dokter pun meminta Asy Syaikh untuk berhenti dari aktivitasnya yang gemar membaca dan mentelaah banyak kitab. Akhirnya, Asy Syaikh pun berkeliling perpustakaan melihat judul-judul buku hingga akhirnya tercetuskan ide beliau untuk menyusun indeks manuskrip untuk seluruh buku-buku yang ada di perpustakaan Azh-Zhahiriyah yang belum pernah ada sebelumnya dan hingga hari ini indeks manuskrip beliau masih terus dimanfaatkan oleh para penuntut ilmu syar’i. Inilah keberkahan yang didapat dari seseorang yang bersemangat dalam menunut ilmu. Semangat menuntut ilmu yang seharusnya dijaga dalam diri setiap muslim.



Dalam hadits “man salaka (siapa yg berjalan)” , maknanya ada perbuatan berjalan. “Yaltasmisu (mencari), maknanya ada semangat untuk mencari dan mencari, baru dia akan bisa memperoleh ilmu.






Jika seseorang ingin maju dan melangkah, dia harus bisa merubah CARA/METODE dalam menuntut ilmunya sebab orang-orang yang belajarnya santai, tinggal menunggu-nunggu saja, dia juga mendapatkan ilmu (karena ilmu itu –walhamdulillaah- ada kebaikannya, ada keberkahannya).    


Akan tetapi, yang perlu direnungkan bahwa orang yang giat, malas-malasan, sekedar mendengar saja, semuanya itu juga mendapatkan kebaikan, hanya saja kebaikannya itu berbeda-beda, bertingkat-tingkat. Tapi, -alhamdulillah- semua ada kebaikan didalamnya.   


Barangsiapa yang ingin dibukakan untuknya LEBIH daripada itu. Hendaknya dia memiliki perubahan atau perbaikan dalam metode belajarnya sehingga seseorang mendapatkan ilmu lebih dari apa yang dia dapatkan.



Ibnu Rojab berkata, 

“Tidak ada jalan yang mengantar seorang hamba untuk mengenal Alloh dan tidak mungkin seorang sampai kepada ridho Alloh, bergembira dengan berada di sisi Alloh, kecuali dengan ilmu yang bermanfaat.”




E. KEAGUNGAN ILMU AGAMA

1. Ilmu adalah cahaya yang dijadikan petunjuk ditengah kegelapan.Alloh Ta’ala berfirman, “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. An-Nisaa’: 174)

Perhatikanlah!!
Kebaikan ilmu adalah mengantar kepada jalan-jalan keselamatan, keluar dari kegelapan (kejahatan, kemaksiatan) menuju kepada cahaya (petunjuk, ketaatan, kebaikan, ilmu agama). “



Ilmu adalah kawan yang terindah… 
Kawan terbaik bagi seorang hamba,..
Ketika dia salah, ada yang menegurnya...
Ketika dia lupa, ada yang mengingatkannya...
Ketika dia lalai, ada yang menghardiknya... 
Ketika jatuh dalam perbuatan dosa, ada yang menariknya untuk keluar... 
Ketika ada yang mengajaknya kepada hal yang jelek, ada yang menariknya,..
Ketika dia bersedih, ada yang menghiburnya...
Ketika gundah gulana, ada yang membahagiakannya. Ketika dia ada masalah, ada yang bisa memberikan solusi....
Itulah ilmu agama.






Tidak ada satu masalah apa pun yang menimpa seorang hamba, baik itu berkaitan dengan dunianya, keluarganya, ataupun teman.-temannya ... 
Masalah itu muncul dan tidak menemukan solusinya, melainkan sebabnya hanya satu, yaitu ada ilmu agama yang tidak dia ketahui ... 
 Andaikata seseorang itu mengetahui, ilmu tersebut bisa menjadi petunjuknya ..




Dalam sebuah hadits diisyaratkan bahwa ulama itu, seperti bintang-bintang  (walaupun hadits ini banyak kelemahan dalam riwayatnya), tapi banyak diucapkan oleh As-Salaf bahwa para ulama bagaikan bintang-bintang dilangit maksudnya sebagai petunjuk.

Kata Ibnu Rojab Al Hanbaly rohimahulloh bahwa perumpamaan seperti itu benar karena seorang mengenal tauhid, hukum-hukum Alloh, pahala, siksaan itu tidak dikenal dengan pancainderanya, melainkan dari dalil-dalil syar’i dan dalil itu diketahui dari para ‘ulama sehingga wajar jika dianggap bintang-bintang sebab menerangi manusia dari kegelapan, kejahilan yang apabila luput dari jalan para ‘ulama, maka mereka tidak bisa menentukan jalan dalam kegelapan.



Manfaat bintang dalam Al-Qur’an :
-petunjuk kegelapan,
-hiasan langit,
-lemparan untuk para syaithon.



Para ulama mengumpulkan 3 sifat ini (dengan mengqiyaskan), yaitu :


cahaya manusia è hingga Imam Al Ajurry mengatakan dalam kitab Akhlaqul Ulama (kedudukan ulama) bahwa manusia berjalan di kegelapan lalu bertemu cahaya, maka bisa dibayangkan betapa bahagianya mreka karena sangat membutuhkan cahaya.

Perhiasan è para ‘ulama adalah perhiasan yang mengindahkan bumi dan menjadikan lebih indah, makmur dengan orang-orang sholih karena kebaikannya  membawa pengaruh bagi bumi.

Lemparan è mereka (para ‘ulama) adalah yang melempar syaithon-syaithon manusia yang mencampuradukkan antara yang haq dengan yang bathil. Jika tidak ada ‘ulama, siapa yang akan menerangi umat dari bahaya dan tipu daya syaithon? Selama mereka tetap ada, manusia akan terjaga dari hal tersebut.

Keberadaan para ulama menjadi sebab kebaikan ditengah manusia. 


“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara sekaligus. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Apabila tidak tersisa lagi orang yang berilmu, maka manusia mengangkat pemimpin yang bodoh, mereka ditanyai dan berfatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat lagi menyesatkan.” 
(HR. Bukhory dan Muslim)



Berkata Ibnu Rojab Al Hanbaly rohimahulloh, “ Ilmu akan hilang jika tidak diamalkan.” Salah satu bentuk hilangnya ilmu karena hilangnya semangat manusia dalam mengamalkannya adalah ketika sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam  dihidupkan dan masyarakat terheran-heran melihatnya, 








Ilmu harus selalu dijaga, dipelajari dengan baik, dan bagaimana mengamalkan ilmunya karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang meresap didalam qolbu, lalu dari ilmu yang meresap ini, dia mengilmui tentang Alloh, keagungan-NYA, kebesaran-NYA, mencintai Alloh sehingga membuat anggota tubuh ini ikut seperti yang ada didalam hatinya sehingga anggota tubuh terlihat senang dalam beramal yang mendekatkan dirinya kepada Alloh.





Sebagian ‘ulama membagi ilmu menjadi 2 (pembagian ini juga berjalan di kalangan sufi, tetapi pemaknaannya yang keliru)

1. Ilmu bathin è ilmu yang berkaitan dengan hati yang membuahkan rasa takut, pengagungan, pembesaran, kecintaan kepada Allloh, merasa dekat dan selalu rindu untuk beribadah kepada Alloh. Paling utama adalah jika mempunyai dua ilmu. Dibahasakan oleh ‘ulama ada ‘alim billaah (‘alim yang mempunyai ilmu tentang Alloh) dan ‘alim bi amrillaah (‘alim yang mempunyai ilmu tentang perintah Alloh). Kalau dia mempunyai ilmu tentang perintah Alloh, maka dia hanya sekedar mengetahui bahwa ini halal, ini haram, itu baik, itu buruk. Ada pun ilmu mengenai Alloh, maka disebut dengan ilmu bathin. Hal yang terbaik menggabungkan dua ilmu tersebut. Maka, para ‘ulama dari segi keilmuan bertingkat-tingkat, tetapi semuanya diberikan oleh Alloh kedudukan dan kebaikannya ditengah manusia.


2Ilmu dhohir è ilmu yang dhohir diatas lisan. Ada sebagian As-Salaf  yang menulis kepada kawannya sefatwa, seperti Wahb bin Munabbih menulis kepada Al Imam Makhul (ulama rujukan negri Syam), 


“Wahai, Makhul, engkau dari ilmu kedhohiranmu ditengah manusia telah mencapai kedudukan dan kemuliaan yang tinggi. Hendaknya engkau mengambil ilmu bathin yang dengannya mendekatkan dirimu kepada Alloh.” 


Makhul adalah seorang ‘ulama dan banyak manusia yang merujuk kepada dirinya dalam hal fatwa, hukum halal dan harom yang dia jelaskan langsung kepada manusia.





“ …. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya … “

~Malaikat meletakkan sayapnya adalah hal yang zhohir, kita imani hakikatnya, dan tidak mentakwil.





“…. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air ….”

~Ikan-ikan turut mendoakan menunjukkan keagungan ilmu hingga di dalam Al-Qur’an, Alloh subhanahu wa ta’ala berkata, 


“(Para Malaikat) yang memikul `Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman.” 
(QS.Al Mu’minun : 7-8)




Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa orang-orang beriman yang paling utama dan masuk didalamnya adalah Ahlul ‘Ilmi karena dasar keimanan seseorang adalah dengan ilmu. 



Tidak mungkin iman seseorang menjadi kuat tanpa ilmu. Perbedaan tingkat ilmu itulah yang membedakan derajat keimanan seseorang.



~Mengapa hingga ikan-ikan dilaut pun turut mendo’akan? Karena para ‘ulama adalah orang yang memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada semua makhluk.  Dalam tuntunan ilmu syar’i terdapat tuntunan untuk berbuat baik. Oleh karena itu, Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda 



“Sesungguhnya Alloh mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksa) sesembelihannya.” 
(HR. Muslim)


Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa rohmat Alloh itu diatur sampai kepada hewan-hewan sekalipun. Termasuk dari keutamaan ilmu, yaitu para penuntutnya pun turut dido’akan oleh hewan-hewan di lautan.

Ibnu Rojab Al Hanbaly rohimahulloh menjelaskan mengapa para penuntut ilmu pun dido’akan ampunan. Makna “dimohonkan ampun” menunjukkan semua makhluk taat, bertasbih kepada Alloh, tidak ada yang bermaksiat, kecuali manusia dan jin. 





Orang yang berilmu tatkala mengenal Alloh, mengenal syari’atnya dan mereka membukakan berbagai pintu kebaikan kepada manusia, maka hal yang wajar jika para makhluk pun turut mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang berilmu. Penjelasan beliau diatas masuk dalam keumuman firman Alloh subhanahu wa ta’ala,  “Sesungguhnya orang-orang yang berilmu dan beramal sholih, Alloh akan menjadikan untuk mereka kecintaan ditengah  manusia.”



Tafsir ayat “Maka Langit dan Bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.” (QS. Ad-Dukhaan : 29) yang berkisah tentang ditenggalamkannya Fir’aun dan bala tentaranya yang langit dan bumi tidak pernah menangisi mereka, artinya -kira-kira- ketika yang meninggal adalah orang yang sholih, terutama orang yang berilmu, maka langit dan bumi pun akan menangisinya. Oleh karena itu, ada sebagian ‘ulama yang menafsirkan bahwa langit dan bumi akan menangisi selama 40 hari apabila seorang yang sholih atau ‘alim meninggal (ini membutuhkan dalil yang khusus). Tetapi, maksud dari  penafsiran yang dibawakan oleh Ibnu Rojab tentang ayat diatas bahwa makna ayat tersebut ada yang mengarahkan kesana.






Seluruh hal yang terbaik pasti kaitannya dengan ilmu.
 Ilmu lebih baik daripada harta dan harta bisa menjadi baik jika ada kaitannya dengan ilmu.




Dari ‘Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, 



“Tidak ada HASAD, kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Alloh anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Alloh beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), lalu ia menunaikan dan mengajarkannya. ”   
[HR. Bukhari, No. 73 dan Muslim No. 816]




Saking banyaknya pahala yang mengalir pada seorang hamba yang menginfakkan hartanya di jalan Alloh dan seorang ‘alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain sehingga kita perlu hasad untuk mendapatkan hal yang sama.


Hasad ke-1
Seseorang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh untuk membela Al-Haq, meninggikan agama Alloh adalah tingkatan yang sangat tinggi sekali dan seseorang patut hasad dalam hal ini. Terlebih seseorang yang berinfaq dengan ilmunya.. 



Harta menjadi bermanfaat jika ada kaitannya dengan ibadah dan secara khusus tingkatannya menjadi lebih tinggi lagi jika ada kaitannya dengan ilmu dan didunia ini tidak ada pahala yang mengalir lebih besar melebihi ilmu. 



Orang yang membangun majid dari tempat yang dia sedekahkan akan runtuh seiring berjalannya waktu. Tetapi, ilmu agama sepanjang dijalankan oleh manusia, akan selalu mengalir dan mengalir. Inilah keutamaan mengaitkan harta dengan ilmu.



Hasad ke-2
Mempunyai ilmu dan pandai meletakkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya, lalu dia ajarkan kepada manusia. Manfaat ilmu bagi seorang hamba sangat banyak sekali. 





Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada Robb-NYA ...
Tidak ada ibadah yang lebih agung, lebih mudah, lebih banyak kebaikannya, lebih luas kerohmatannya bagi seorang hamba melebihi dari ilmu agama ...
Oleh karena itu, menelantarkan diri dari ilmu, baik itu tidak mempelajarinya atau tidak mempedulikan kandungannya adalah suatu kerugian yang sangat besar bagi seorang hamba ...



Bersambung Sesi ke-2 insya Alloh…..




[Faidah dari Al Ustadz Dzulqarnain hafizhahulloh, Warisan Terindah Mutiara Ilmu Imam Ibnu Rojab rohimahulloh Menerangkan Warisan Para Nabi, Bagian 1, @Syiar Tauhid] Rekaman
_________________________________________________________________


>>> Rekaman

Tidak ada komentar: