بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
... Catatan Dars ...
Al-Qoulul Mubin
fi Akhthoo’il Mushollin
Oleh : Asy-Syaikh
Masyhur Hasan Salman
(Murid
senior Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)
...................................................................................
I. KERANGKA PEMBAHASAN ORANG YANG SHOLAT
Dalil tentang pentingnya sholat :
1. Ibadah yang diterima langsung oleh
Nabi-NYA tanpa melalui perantara makhluk-NYA.
Telah menceritakan kepada kami Abdulloh bin Musa, dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami Hanzholah bin
Abu Sufyan dari 'Ikrimah bin Kholid
dari Ibnu Umar, beliau berkata
bahwasanya Rosululloh Shollallohu
'alaihi wa sallam bersabda, "ISLAM
dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Alloh dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
haji dan puasa di bulan Romadhon." [HR.
Bukhory]
“ Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat
dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” [QS. At-Taubah: 11]
“Jagalah oleh kalian sholat-sholat lima waktu
dan shalat wustho, serta berdirilah karena Alloh dengan khusyuk.” [Al-Baqarah: 238] è Mengenai
apa yang dimaksudkan dengan sholat wustho ini diperselisihkan oleh ‘ulama, tapi
yang benar adalah sholat ‘ashr.
2. Telah ditetapkan waktu tersendiri dari
sholat dan merupakan ketetapan bagi kaum muslimin.
“ …Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [Qs. An-Nisa’: 103]
“ Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(generasi) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan.” [QS.
Maryam : 59]
Risalah Al-Qoulul Mubin fi Akhtho’il Mushollin “Koreksi Total tentang Kesalahan Orang yang Sholat” merupakan karya
dari Asy-Syaikh Masyhur Hasan Salman.
- Ada 7 (tujuh) pasal pembahasan didalamnya, yaitu :
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat dalam hal Tata Cara Berpakaian dan Menutup Aurot ;
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat Seputar Tempat Sholat ;
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat dalam Sifat (Tata Cara) Sholatnya ;
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat Seputar Masjid dan Sholat Berjama’ah ;
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat setelah Melaksanakan Sholat (baik munfarid/berjama’ah) ;
- Kumpulan Kesalahan Orang yang Sholat dalam Sholat Jum’at ;
- Alternatif untuk Sholat Seseorang yang Memiliki Udzur dan Sakit serta Hadits Palsu Seputar Sholat
- Metode
penulis dalam menguraikan masalah dalam risalah ini, yaitu :
- Menguraikan berbagai macam kesalahan dalam sholat yang terjadi di masyarakat dan menjelaskan hal yang benarnya ;
- Gaya penulisan penulis yang dapat diterima semua kalangan, dan
- Pembahasan kesalahan-kesalahan dalam sholat, baik kesalahan tersebut dapat menyebakan batalnya sholat seseorang, maupun tidak menyebakan batal, hanya saja seseorang berdosa karena melakukan kesalahan tersebut.
- Ada pun metode yang disampaikan oleh Al Ustadz
Dzulqornain dalam menjelaskan kitab ini ditengah keterbatasan waktu untuk
menguraikan seluruh pembahasan dalam risalah ini, yaitu :
- Meringkas isi dari setiap point pembahasan dengan bahasa beliau sendiri ;
- Menambah beberapa penjelasan dari setiap point pembahasan dengan nukilan ilmiah dari para ‘ulama guna mempertajam pembahasan ;
- Ada beberapa hadits yang dishohihkan oleh penulis, akan tetapi setelah dikaji ulang oleh para ‘ulama ternyata haditsnya dho’if (lemah). Oleh karena itu, akan diterangkan hadits-hadits yang bermasalah ;
- Apabila dalam suatu masalah penulis berpendapat A, akan tetapi ketika pendapat tersebut ditimbang dengan dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits ternyata pendapat tersebut lemah, maka akan diterangkan pendapat yang kuatnya atau pendapat yang benarnya ;
- Pada beberapa point pembahasan, Ustadz akan menambah dengan beberapa masalah yang dianggap penting untuk disampaikan sebagai penyempurna risalah ini.
~~~~0000~~~~
Pasal 1
Kumpulan
Kesalahan Orang yang Sholat dalam Hal Pakaian dan Menutup Aurot dalam Sholat
Pembahasan dalam Pasal ini, yaitu :
1.
Pendahuluan ;
2. Hukum
Sholat dengan Pakaian Ketat, Tipis, dan Transparan ;
3. Sholat
dalam Keadaan Aurotnya Terbuka ;
4. Sholat
Orang yang Musbil 'Izarnya (sarungnya) ;
5. Menutup
Mulut Ketika Sholat ;
6.
Menggulung atau Melipat Pakaian ketika Sholat ;
7. Tidak
Menutupi Bahunya ;
8. Memakai
Pakaian yang Bergambar ;
9.
Menggunakan Pakaian yang dicelup ;
10. Orang
yang Sholat dalam Keadaan Kepalanya Terbuka ;
1.
Pendahuluan
A.) Tidak
boleh menyerupai kaum kuffar (baik Nashrani maupun Yahudi) dalam berpakaian,
baik didalam sholat maupun di luar sholat.
Kesalahan ini banyak ditiru oleh
kaum muslimin yang memiliki budaya yang agung sehingga mereka mengambil budaya
yang hina, yaitu budaya dari kaum kuffar dan kaum musyrikin sehingga mereka pun
dihinakan oleh Alloh Subhanahu wa
Ta’ala.
Dalilnya :
>>> Dalam hadits riwayat Iman Bukhory secara ringkas dan Imam Muslim disebutkan dari jalan Abu Utsman An Nahdi, beliau berkata, “ Umar bin Khottob menulis
surat kepada kami di Azerbaijan dan Umar berkata, ‘Berhati-hatilah kalian
dari bergelimang dengan kenikmatan dan
berhati-hatilah kalian dari pakaiannnya orang-orang musyrikin dan pakaian
sutera.’ ”
>>> Dari Abdulloh
bin Mas’ud yang diriwayatkan oleh Waki’
bin Jarroh dari Hanad dalam Kitab Az-Zuhud, “Tidak boleh model
pakaian menyerupai dengan model orang lain karena hatinya akan turut meyerupai.” Tetapi, riwayat ini lemah, dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Laits bin Abi Sulaim yang lemah
riwayatnya dan bercampur hafalannya. Riwayat Ibnu Mas’ud ini hanya dijadikan pendukung saja sebab ada hadits
dari Ibnu Umar rodhiyallahu 'anhu,
beliau berkata bahwa Rasulullah
shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut. ” [HR. Abu
Dawud dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban].
B.) Tambahan
Pendahuluan dari Ustadz : “Masalah Menutup Aurot“
- Syarat
sahnya sholat. Syarat artinya
perkara yang wajib dilakukan sebelum sholat. Jika aurotnya tidak tertutup
ketika sholat, maka sholatnya tidak sah, batal. Diantara dalilnya Alloh subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, ambillah perhiasannmu yang indah setiap kali engkau memasuki
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [QS.
Al-A’rof : 31]
- Kata Ibnu
Hajar Al-‘Atsqollani rohimahulloh dalam Fathul Baari membawakan perkataan Thowus bahwa dalam ayat
diatas yang dimaksud dengan perhiasan adalah pakaian. Hal ini diriwayatkan juga
oleh Imam Al-Baihaqi dan Mujahid.
Thowus dan Mujahid keduanya merupakan mufassir
(orang yang menafsirkan ayat) dan murid senior Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhu.
- Ibnu Hazm menukil ijma’ (kesepakatan) bahwa yang
dimaksud dengan (اَلزِّيْنَةُ) diatas
adalah menutup aurat dan yang menjadi sebab turunnya ayat diatas adalah tentang
teguran kepada orang yang thowaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang.
Dalilnya :
>>> Hadits dari Abu Hurairoh dalam riwayat Bukhory dan Muslim. "Telah menceritakan kepada kami Ishaq, beliau berkata, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim, beliau berkata, telah menceritakan kepada kami anak saudara Ibnu Syihab dari Pamannya berkata, telah mengabarkan kepadaku Humaid bin 'Abdurrahman bin 'Auf bahwa Abu Hurairoh berkata, "Pada hari Nahr (Idul Adlha) Abu Bakar mengutusku kepada para pemberi pengumuman saat pelaksanaan haji, di Mina kami umumkan bahwa orang Musyrik tidak boleh berhaji setelah tahun ini dan tidak boleh thawaf dengan keadaan telanjang." [HR. Bukhory, No.356]
>>> Hadits dari Abu Hurairoh dalam riwayat Bukhory dan Muslim. "Telah menceritakan kepada kami Ishaq, beliau berkata, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim, beliau berkata, telah menceritakan kepada kami anak saudara Ibnu Syihab dari Pamannya berkata, telah mengabarkan kepadaku Humaid bin 'Abdurrahman bin 'Auf bahwa Abu Hurairoh berkata, "Pada hari Nahr (Idul Adlha) Abu Bakar mengutusku kepada para pemberi pengumuman saat pelaksanaan haji, di Mina kami umumkan bahwa orang Musyrik tidak boleh berhaji setelah tahun ini dan tidak boleh thawaf dengan keadaan telanjang." [HR. Bukhory, No.356]
>>> Kemudian, dari Jabir rodhiyallohu ’anhu dalam riwayat Bukhory dan Muslim dalam kisah yang panjang, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila pakaian atau kain itu lebar (lapang), maka berselimutlah engkau dengannya (menutupi
pundak), namun apabila kain itu sempit, bersarunglah dengannya (menutupi tubuh
bagian bawah).” [HR. Bukhory
dan Muslim]
- Ijma’ para ‘ulama dalam Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Baar, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahumulloh bahwa kapan seseorang
tidak menutup aurotnya ketika sholat, maka sholatnya batal. Menurut ustadz,
penukilan ijma’ tersebut kurang detail karena Ibnu Hajar dalam Fathul
Baari berkata bahwa jumhur ‘ulama berpendapat tentang syarat-syaratnya.
- ‘Ulama Malikiyyah membedakan antara orang
yang lupa dengan yang tidak.
- Kesimpulan :
Menutup aurot merupakan syarat. Kapan
seseorang tidak menutup aurotnya ketika sholat, maka sholatnya batal, tidak sah
berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat jumhur ‘ulama.
C.) Ta’shil
Ayat “Ambillah perhiasanmu setiap kali engkau memasuki masjid ”
- Kata Ibnu
Qudamah dalam Al-Ihtiyaroth rohimahulloh bahwa dalam ayat tersebut Alloh subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
tidak hanya sekedar menutup aurot saja, akan tetapi ada perintah tambahan yang
melebihi menutup aurot dalam kata “ambillah perhiasan” yang merujuk kepada
pakaian yang paling bagus apabila hendak memasuki masjid." Jadi, ayat diatas
menjelaskan perintah untuk mengenakan pakaian yang paling baiknya ketika
memasuki masjid, bukan perintah untuk menutup aurot. Akan tetapi, dalil diatas
secara umum dan merupakan perkara yang paling penting karena orang yang sholat
di masjid hakikatnya dia sedang bersimpuh dihadapan Robb-nya.
D.) Syarat
Menutup Aurot
- Syaikh
Al-‘Utsaimin rohimahulloh
dalam Syarhul Mumti menyebutkan
syarat-syarat suatu pakaian dapat dikatakan menutup aurot, yaitu :
- Tidak mensifatkan kulit atau menggambarkan sesuatu yang berada dibelakangnya ;
- Harus suci dari hadats dan najis ;
- Hukum pakaian tersebut mubah untuk dipakai. Ada pun pakaian dihukumi harom digunakan apabila (1) harom karena zatnya, (2) harom karena sifatnya, (3) harom karena usaha mendapatkannya yang dilarang oleh syari’at. Pada syarat yang ke-3 ini terjadi ikhtilaf dikalangan ‘ulama. Syaikh Al-‘Utsaimin sendiri menguatkan bahwa hukumnya tidak membatalkan sholat jika dia menggunakan pakaian yang harom, hanya saja dia berdosa. Contoh : sholat dengan pakaian dari sutera, pakaian musbil, didapat dengan mencuri, dan lain-lain.
- Pakaian tersebut tidak membahayakan ;
2.
Hukum Sholat dengan Pakaian Ketat, Tipis, dan Transparan
1.) Pakaian
yang ketat dan mensifatkan / membentuk / menggambarkan aurotnya
- Secara syari’at hukumnya makruh. Secara kedoketeran dapat menghambat aliran
darah. Contohnya : bantholun. Menggunakan bantholun ketika sholat
merupakan musibah dilihat dari 2 sisi, yaitu :
- Menyerupai orang-orang kafir ;
- Membentuk atau menggambarkan aurotnya
- Hukum celana yang ketat paling minimal makruh. Oleh
karena itu, perlu dilihat jenis bantholunnya karena ada bantholun yang agak
lebar, tapi yang agak lebar ini lebih utama untuk dilapisi pakaian lagi. Jika bantholunnya ketat, maka ada
perincian, yaitu :
- Membentuk aurot è batal karena dianggap tidak menutup aurot
- Tidak membentuk aurot è makruh, sholatnya sah, kecuali jika tidak ada pakaian lain.
- Ada fatwa dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah tentang hukum
sholat menggunakan bantholun. Kata Syaikh,
- Apabila bantholun tersebut agak lebar, tidak transparan è maka boleh digunakan.
- Apabila bantholun tersebut mensifatkan dan menampakkan aurotnya è maka sholatnya batal.
- Apabila hanya mensifatkan aurotnya saja, tapi tidak menampakkan aurotnya è maka hukumnya makruh, kecuali apabila tidak ada pakaian lagi.
- Kesimpulan :
Dalam masalah bantholun ini perlu dirinci.
Ketika celananya agak luas, maka yang lebih utama untuk dilapisi kain lagi.
Jika ketat, membentuk, dan menampakkan aurotnya, maka batal sholatnya. Jika
ketat, tapi tidak menampakkan aurotnya, hanya mensifatkan, maka makruh.
2.) Pakaian
Tipis dan Transparan
- Pakaian yang menggambarkan bentuk tubuh dan
menampakkan apa yang ada dibelakangnya. Dapat membatalkan sholatnya.
Dalilnya :
>>> Abdullah bin ‘Umar pernah melihat Nafi’
sedang sholat sendirian dengan memakai pakaian satu lembar, maka Ibnu Umar pun
bertanya, ”Bukankah saya telah memberikan kepadamu dua lembar pakaian?” Nafi’
menjawab, “Ya, betul”. Ibnu Umar berkata, ”Apakah engkau mau keluar ke pasar
dengan memakai pakaian satu lembar?” Nafi’ berkata, ”Tidak”. Ibnu Umar pun
berkata, ”Maka Alloh lebih berhak agar seseorang
berhias dihadapan-Nya” [HR.
Ath-Thohawiy dalam Syarhul Ma’any Atsar, 1/377-378]
- Hukum pakaian tipis ini juga berlaku untuk
wanita.
Dalilnya :
>>> Dari Abu
Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
dua golongan penghuni neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang selalu
bersama cambuk bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya mereka memukul manusia dan
wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang. Mereka berjalan dengan
melenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring.
Mereka tidak akan masuk surga & tidak mencium baunya, padahal bau surga
bisa tercium dari jarak demikian & demikian”. [HR. Muslim]
3.
Sholat dalam Keadaan Aurotnya Terbuka
- Ada beberapa bentuk :
1. Jika seseorang memakai bantholun, levis,
dan semisalnya. Lalu ketika sujud nampak punggungnya è Bisa mengantar kepada batalnya sholat.
Ustadz memberikan tanbih bahwa hal yang merepotkan ketika kaum muslimin
menggunakan pakaian yang bukan dari kaum muslimin.
2. Wanita yang sholat, tetapi kurang
bersemangat untuk menutup seluruh tubuhnya. Penyebabnya antara lain (1) malas,
(2) jahil, (3) tidak memiliki perhatian. Para ‘ulama sepakat bahwa pakaian
wanita yang diterima ketika dia sholat adalah pakaian panjang yang menutupi
sampai kedua kakinya, serta yang menutupi kepalanya. Telapak tangan tidak harus
ditutup, kecuali jika ada yang laki-laki yang bukan mahromnya.
Dalil ke-1 :
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Abu Daud, dan selain
keduanya dari Muhammad bin Zaid bin
Qonfadz dari ibunya bahwa dia bertanya kepada Ummu Salamah, istri Nabi
Shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Pakaian apakah yang dipakai oleh seorang wanita
dalam sholat?”, maka beliau menjawab,“Dia sholat dengan memakai khimar dan pakaian
yang luas sampai kedua kakinya tertutupi.”
Kasus :
Ada wanita sholat dengan
pakaian/jilbab/mukena yang pendek sehingga ketika sholat nampak kedua kakinya
karena kainnya terbuka. Dalam hal ini seharusnya wanita tersebut sholat dengan
pakaian yang menutup aurotnya karena Alloh
subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an bahwa janganlah para wanita
itu memukulkan kaki-kaki mereka sehingga nampak perhiasan yang mereka gunakan.
Kata Ibnu Hazm ketika memberikan
kesimpulan bahwa ayat tersebut merupakan nash bahwa telapak kaki dan betis
tidak halal untuk ditampakkan.
Dalil ke-2 :
“ Siapa yang menyeret pakaiannya karena
sombong, maka Alloh tidak akan melihatnya nanti pada hari kiamat.” Mendengar
sabda beliau ini, bertanyalah Ummu Salamah radhiyallohu ‘anha (salah seorang
ummahatul mukminin): “Lalu apa yang diperbuat wanita terhadap ujung-ujung (bagian
bawah) pakaiannya?” Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah
mereka menurunkan bagian bawah pakaiannya sejengkal (dari betis mereka).” Ummu
Salamah berkata: “Bila demikian akan tersingkap telapak-telapak kaki mereka.”
Nabi bersabda: “Turunkan sehasta tidak boleh lebih dari itu.” [HR.
At-Tirmidzi, No. 1731, Kitab Al-Libas, Bab Ma Ja’a fi Jarri Dzuyulin Nisa’,
diriwayatkan pula oleh selain Tirmidzi, dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shohih At-Tirmidzi]
Faidah
Hadits diatas :
è Isbal bagi wanita adalah keringanan sebab
kaki-kaki mereka adalah aurot. Isbal adalah menurunkan kain sampai melewati
mata kaki. Hukumnya harom muthlaq, baik dengan kesombongan atau tidak karena
dalam hadits di atas ketika Ummu Salamah mendengar hadits yang disampaikan oleh
Rosululloh, beliau memahami pelarangan itu secara umum sehingga beliau pun
bertanya bagaimana dengan wanita yang menurunkan kainnya untuk menutupi
kakinya.
è Isbal bagi Laki-laki : bisa sampai
pertengahan betis / sampai kedua mata kaki
è Isbal bagi wanita : menurunkan kainnya
sebatas 1 jengkal / menurunkan sebatas 1
dziro’ (ukuran dari ujung jari tengah sampai siku, kurang lebih 42cm).
- Fatwa Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh. Jika telah masuk waktu
sholat dan wanita tidak dapat berhijab dengan sempurna atau ada aurotnya yang
tidak tertutup karena tidak memiliki pakaian menutup selain yang ada sekarang,
maka termasuk kondisi yang darurat sehingga wanita itu sholat sesuai dengan
yang pakaian yang dia miliki dan sholatnya sah insya Alloh karena dalam
Al-Qur’an Alloh subhanahu wa Ta’ala
tidaklah membebani seseorang diluar kemampuannya dan juga firman Alloh agar manusia bertaqa sebatas
kemampuannya. Ada pun jika wanita itu tidak berhijab atau tidak menutup
aurotnya dengan sempurna karena pilihannya sendiri, seperti mengikuti adat
istiadat suatu daerah atau mencontoh model pakaian orang lain, maka ada
perinciannya.
- Jika terbuka mukanya è sholatnya tetap sah, tetapi berdosa jika ada laki-laki yang bukan mahromnya. Jika tidak ada laki-laki yang bukan mahromnya, maka dia disunnahkan untuk menutup mukanya, sedangkan telapak tangan yang afdhol, walau boleh untuk dibuka.
- Jika terbuka pada betisnya / lengannya, dan lain-lain è tidak boleh seseorang sholat dalam keadaan demikian dan dia berdosa apabila membuka aurotnya didepan orang yang bukan mahromnya.
- Kesimpulan
:
Aurot laki-laki harus dijaga. Jangan sampai
terbuka. Aurot wanita asalnya adalah seluruh tubuhnya.
4.
Orang yang Sholat dalam Kondisi Musbil 'Izarnya (Sarungnya)
- Isbal hukumnya harom, baik di dalam sholat
maupun di luar sholat. Penulis membawakan hadits yang lemah, yaitu
1.) Hadits dari dari Musa bin Ismail, dari Aban,
dari Yahya, dari Abu Ja’far, dari ‘Atho’, dari Abu Hurairoh
rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata, “Suatu saat ada orang shalat dalam keadaan
musbil (menjulurkan sirwalnya di bawah mata kaki). Ketika itu Rosullulloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Pergilah engkau, ulangi wudhumu!’ Ia
pergi lalu datang kembali. Rosululloh mengulangi lagi sabdanya, ‘Pergilah
engkau, ulangi wudhumu!’ Bertanyalah seseorang, ‘Wahai Rosululloh mengapa
engkau perintahkan dia berwudhu kemudian engkau diam?’ Rosululloh pun bersabda,
‘Sungguh, ia tadi shalat dalam keadaan musbil, dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan menerima shalat seseorang yang menjulurkan kainnya di bawah mata kaki.’ [HR. Abu
Dawud, No. 638 (1/172) dan No. 4086]
Penjelasan :
Hadits diatas lemah karena ada rowi yang
bernama Abu Ja’far yang berasal dari
Madinah dimana dia seorang rowi yang lemah, tidak diketahui(majhul), sanadnya
diperselisihkan karena ada kegoncangan pada riwayat Yahya bin Abi Katsir. Jika harus ditarjih, maka riwayat yang paling
kuat adalah riwayat Harb bin Syaddad,
akan tetapi riwayatnya juga terputus.
2.) Hadits dari Abdulloh bin ‘Umar dalam riwayat Khuzaimah.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Alloh tidak melihat shalat orang yang menarik pakaiannya dengan
sombong.” [HR.Khuzaimah]
Penjelasan :
Terdapat keanehan pada kalimat “tidak melihat
sholat” sebab dalam riwayat Bukhory yang
juga meriwayatkan hadits yang serupa tidak
terdapat kalimat seperti itu Oleh karena itu, dalam istilah periwayatan, hadits
diatas perlu ditarjih dan ternyata dalam hadits tersebut ada rowayat dari jalan
Yahya bin Abi Katsir yang merupakan seorang
mudallis (rowi yang melakukan tadlis
hadits). Ibnu Khuzaimah sendiri
menerangkan bahwa ada perselisihan dalam sanadnya.
3.) Hadits dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang melakukan musbil dalam sholatnya
dalam keadaan sombong, maka dia tidak berada dalam kondisi yang halal dan juga kondisi
yang harom.”
Penjelasan :
Hadits diatas dalam riwayat Abu
Dawud dan telah dilemahkan oleh beliau. Hanya saja penulis tidak
menjelaskannya. Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi. Riwayat Ibnu
Mas’ud diatas diriwayatkan secara marfu’,
tapi syadz sehingga hadits diatas
adalah perkataan dari Ibnu Mas’ud sendiri, bukan perkataan Nabi.
- Fatwa
dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh mengenai orang yang
musbil izzarnya ketika sholat
Isbal merupakan bagian dari maksiat, wajib
ditinggalkan, dan hendaknya berhati-hati terhadap hal tersebut karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Apa-apa yang berada di bawah mata kaki tempatnya di Neraka.”
Ada pun selain izzar, hukumnya sama, seperti celana, ghomis, dan seterusnya. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda bahwa ada 3 orang yang tidak akan diajak berbicara, tidak
dipandang, tidak disucikan, dan mendapat siksaan, yaitu salah satunya orang
yang musbil sehingga para ‘ulama memasukkan musbil kedalam dosa-dosa besar.
Jika dia melakukan musbil dengan sombong, maka dosanya akan lebih besar dan
lebih cepat balasannya karena ada dalam sebuah hadits dimana Alloh tidak akan
melihat seseorang yang musbil dalam keadaan sombong sehingga orang yang
melakukan musbil dalam keadaan sombong atau tidak, ancamannya adalah Neraka.
Dari sini, wajib seseorang berhati-hati dari isbal atau yang semisal dengannya.
Orang yang isbal sembari menyombongkan dirinya, maka siksaannya akan lebih
keras.
- Fatwa
dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh mengenai orang yang
sholat dibelakang Ahlul Bid’ah atau Musbil (orang yang melakukan isbal).
Hukumnya sah sholat dibelakang Ahlul Bid’ah
atau orang yang isbal sarungnya, serta selain dari mereka, yaitu dari kalangan
orang-orang yang bermaksiat saja berdasarkan pendapat yang paling kuat dari dua
pendapat yang ada, selama bid’ahnya tidak menjatuhkan pelakunya dalam
kekafiran, seperti bid’ahnya Jahmi’ah, dan lain-lain. Wajib bagi para pengurus
masjid untuk memilih imam yang baik sebab imam itu menjadi panutan dan memegang
amanah yang sangat besar.
- Syaikh
Al-‘Utsaimin rohimahulloh juga merinci hal yang serupa.
- Kesimpulan
:
Orang yang musbil dalam sholat, sholatnya
tetap sah. Hanya saja dia telah melakukan dosa besar sebab musbil hukum asalnya
adalah harom. Demikian pula sholat dibelakang Ahlul Bid’ah, maka kata ‘ulama,
seperti Syaikh bin Baz perlu dirinci, yaitu :
- Jika bid’ahnya menyebabkan kekafiran è contoh : mengatakan Al-Qur’an makhluk, bukan kalamulloh, thowaf dikuburan dan ini termasuk kemusyrikan è Tidak sah sholat dibelakang mereka
- Jika bid’ahnya tidak menyebabkan kekafiran è Jika ada imam lain yang lebih baik, maka sholatlah bersama dengan imam yang lebih baik itu. Jika tidak ada, maka tetap sholat bersamanya karena hukum sholat berjama’ah adalah wajib dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sholatlah kalian! Jika mereka (imam maksudnya) benar sholatnya, maka pahalanya untuk kalian dan untuk mereka. Demikian juga jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian dan salahnya atas mereka.”
5.
Menutup Mulut Ketika Sholat
- Para ‘ulama menjelaskan As-Sadl (السَّدْلِ)
memiliki 3 makna, yaitu :
1.) Menurunkan kain sampai menyentuh bumi è dalam pengertian ini yang dimaksud isbal è penafsiran Imam Asy-Syafi’i
2.) Menurunkan kain untuk menutupi bahunya
dan tidak menyentuhnya (dibiarkan saja menggelantung di bahu) karena khawatir
bahunya akan terbuka. è akan datang
pembahasannya berkaitan dengan ini dalam masalah menampakkan bahu ketika
sholat.
3.) Membungkus diri dengan pakaian dan
memasukkan kedua tangannya kedalam pakaian sehingga ikut terbungkus dan ketika
sujud dan rukuk terbuka sebagian aurotnya. Dalam makna yang ke-3 ini dinamakan
juga Isytimalish Shommaa’
Dalil larangan As-Sadl
Hadits dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu,
“Sesungguhnya Rosulullah Shollallohu ‘alaihi
wasallam melarang sadl dalam shalat dan menutup mulutnya dalam sholat.” [HR. Abu
Dawud, No 643, At-Tirmidzi, No.378, Ibnu Khuzaimah, No.772, Ahmad, 2/295 &
341, dan Al-Hakim, 1/253].
Penjelasan :
Penulis menghasankan hadits di atas. Hadits ini dho’if sebab berasal dari jalan Al Hasan bin Dzakwan dan beliau ini lemah haditsnya, serta ada perselisihan
dalam riwayatnya yang oleh Ad-Daruqutni
menyatakan secara dhohir Al Hasan bin
Dzakwan goncang dalam meriwayatkan hadit tersebut dan telah menyelisihi 2
orang rowi yang meriwayatkan secara mauquf.
Oleh karena itu, pengertian As-Sadl
dalam sholat haditsnya lemah. Demikian juga menutup mulut dalam sholat sehingga
boleh seseorang menutup mulutnya ketika sholat, kecuali apabila dapat
menghambat dirinya mengucapkan kalimat-kalimat dzikr, maka hukumnya harom dan
akan datang pembahasannya nanti.
- Kesimpulan
:
- Jika makna As-Sadl adalah isbal è telah ada hadits shohih yang menjelaskan keharomannya
- Jika makna As-Sadl adalah menampakkan kedua bahu è telah ada hadits yang mengharomkan menampakkan kedua bahu
- Jika makna As-Sadl adalah isytimalish shommaa’ è telah ada hadit shohih yang mengharomkannya, yaitu hadits dari jalan Abu Said Al-Khudry dalam riwayat Bukhory dan Muslim dari jalan Jabir bin Abdillah. Hukum isytimalish shommaa’ adalah dapat membatalkan sholat.
Jadi, As-Sadl dalam makna menutup mulut dalam
sholat, haditnya dho’if. Hanya saja,
kita perlu melihat penafsiran para ‘ulama dalam 3 tafsiran makna diatas. Ada
pun hadits yang secara khusus
melarang As-Sadl adalah dho’if.
6.
Melipat atau Menyingsingkan Kain dalam Sholat
- Contoh : menyingsingkan lengan baju,
melipat celananya karena kepanjangan dimana seharusnya dia potong kainnya agar
tidak isbal.
Dalilnya :
Dari Abdulloh bin Abbas rodhiyallahu anhu,
beliau berkata, “Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku
diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang (anggota sujud); Kening -dan
beliau menunjuk hidungnya- kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari jemari
dari kedua kaki. Dan saya diperintahkan untuk tidak menahan rambut atau pakaian.” [HR.
Al-Bukhori, No. 812 dan Muslim, No. 490]
- Jadi, laki-laki tidak diperbolehkan
mengikat rambutnya apabila kepanjangan. Harus dibiarkan terurai. Makna pakaian
disini secara umum, baik itu lengan baju atau yang lainnya. Larangan disini
bersifat muthlaq. Wallohu a’lam.
7.
Orang yang Sholat dalam Keadaan Tidak Menutupi Bahunya
Dalil ke-1 :
Dari Abu
Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh salah seorang dari kalian shalat
dengan mengenakan satu pakaian / kain sementara tidak ada sedikit pun bagian
dari kain itu yang menutupi pundaknya.”
Penjelasan :
Penulis berpendapat hukumnya makruh membuka
bahu ketika sholat. Akan tetapi, penghukuman beliau tersebut kurang tepat dan
harus ada rincian yang lain. Imam Bukhory dalam shohihnya memberikan judul
dengan “Bab Apabila Baju yang digunakan Tidak Lapang (sempit)”.
Dalil ke-2 :
Dari Jabir
bin Abdillah rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bila pakaian/kain itu lebar/lapang, maka
berselimutlah engkau dengannya (menutupi pundak). Namun, apabila kain itu
sempit, maka bersarunglah dengannya (menutupi tubuh bagian bawah).” [Muttafaqun
‘alaihi]
- Ibnu
Hajar ketika menyebutkan hadits Abu
Hurairoh di atas dalam bab sebelumnya bahwa jangan sekali-sekali seseorang
sholat dengan 1 pakaian dan dalam kondisi bahunya terbuka, makna secara dhohir
dari hadits Bukhory diatas bahwa apabila pakaiannya luas, maka wajib dia
menutupi bahunya. Apabila pakaiannya sempit, maka tidak wajib dia tutupi
bahunya. Ini merupakan pendapat Ibnul
Mundzir, Syaikh Bin Baz.
- Kesimpulan
:
Orang yang sholat dalam kondisi bahunya
terbuka, harus dirinci keadaannya.
- Apabila kainnya luas, tapi tidak dia tutupi è dia telah melakukan perkara yang harom, tidak sah sholatnya
- Apabila tidak punya kain lagi selain kain yang sempit itu è dia jadikan kain yang sempit itu sebagai sarung saja sebab Alloh tidak membebani seseorang diluar kemampuannya.
- Syaikh
bin Baz rohimahulloh pernah ditanya tentang orang yang tidak mampu menutupi
bahunya ketika sholat. Kata beliau, tidak apa-apa sebab Alloh subhanahu wa
Ta’ala berfirman, “Bertaqwalah kamu kepada-Ku semampunya.” Dan juga berdasarkan
hadits Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam jika bajunya sempit, maka jadikanlah
sarung. Jika luas, maka tutupilah seluruhnya. Kalau dia mampu menutupi keduanya
atau salah satunya, maka wajib melakukan. Jika tidak, dia berdosa dan sholatnya
tidak sah sebab Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan
sekali-kali kamu sholat dalam keadaan tidak ada baju diatas bahunya.”
8.Sholat
dengan Pakaian Bergambar
Dalil ke-1 :
Dari ‘Aisyah
rodhiyallohu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam shalat
mengenakan khomishoh yang memiliki corak atau gambar-gambar. Beliau memandang
gambar-gambar tersebut. Maka, tatkala beliau selesai dari shalatnya, beliau berkata,
“Bawalah khomishoh-ku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya
Abu Jahm karena khomishoh ini hampir menyibukkanku dari shalatku.” Dari Hisyam
bin Urwah berkata dari bapaknya dari ‘Aisyah, “Nabi shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ketika sedang shalat, aku sempat melihat kepada gambarnya,
maka aku khawatir gambar itu akan melalaikan atau menggangguku .” [HR.
Bukhory, No. 373 dan Muslim, No. 1239]
- Anbijaniyyah adalah kain murni yang tidak
terdapat gambar.
Dalil ke-2 :
Dari Anas
bin Malik rodliyallohu 'anhu, belia berkata, “’Aisyah memiliki qirom
(tirai) yang menutupi samping rumahnya. Maka, Nabi shollallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda kepadanya, "Singkirkanlah tiraimu ini dari kita, karena
sungguh gambar-gambarnya selalu menggangguku dalam sholatku." [HR. Bukhory,
No.374]
- Dua hadits diatas menunjukkan MAKRUHNYA
sholat dengan menggunakan pakaian bergambar, baik dari pakaian yang dikenakan
atau dari sajadah. Hukum minimalnya
adalah makruh. Apabila membuat lalai dari sholatnya, menjadi tidak tahu apa
yang di abaca, maka dapat membuat batal sholatnya dan harom hukumnya. Namun,
apabila dia tidak terganggu, mungkin saja kawan sebelahnya akan terganggu. Oleh
karena itu, boleh menggunakan pakaian bergambar selama tidak memancing
perhatian orang lain karena akan membuat seseorang lalai dari sholatnya dan
tersibukkan dengan gambar tersebut. Demikian pula dengan penggunaan sajadah
bergambar.
- Mazhab jumhur ‘ulama è Hukumnya makruh sholat dalam keadaan
menggunakan pakaian bergambar.
- Bagaimana dengan orang yang membawa gambar
itu sendir ketika sholat??? Apabila dia membawa gambar, seperti yang terdapat
dalam uang, cincin, maka perlu dirinci. Fatwa dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rohimahulloh bahwa ketika seseorang
menggunakan jam yang bergambar salib dalam sholatnya dan ada pula gambar
sebagian hewan. Jika gambar tersebut tertutup, tidak nampak, maka tidak mengapa
ia sholat dengannya. Namun, apabila terlihat gambarnya dari luar, maka tidak
boleh karena Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu tinggalkan gambar, kecuali kamu
menghapusnya!” Gambar salib pada jam juga harus dihapus / di coret sebab Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
ketika melihat sesuatu yang ada salibnya, maka beliau merusaknya.
- Jadi, jika gambarnya itu tersembunyi, maka
tidak mengapa insya Alloh.
- Apabila ketika sholat uangnya jatuh ,
seperti saat sujud. Dalam hal ini, tidak hanya dirinya saja yang rugi, tetapi
juga teman-temannya karena malaikat tidak akan masuk kedalam rumah yang
didalamnya ada gambarnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang ketika akan
sholat berhati-hati dan memeriksa dirinya agar jangan sampai ada hal yang
harom.
9.
Sholat dengan Pakaian yang dicelup
- Pakaian yang asalnya putih, lalu dia celup
warna orange.
Dalil ke-1 :
Hadits ‘Abdulloh
bin ‘Amr bin Al ‘Ash,
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam; Telah
menceritakan kepadaku Bapakku dari Yahya; Telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin Ibrahim bin Al Harits; Bahwa Ibnu Ma’dan; Telah mengabarkan kepada kaminya,
Jubair bin Nufair; Telah mengabarkan kepadanya, dan ‘Abdulloh bin ‘Amru bin Al
‘Ash; Telah mengabarkan kepadanya, dia berkata; Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wa sallam pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, lalu beliau bersabda,
“Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu
memakainya.” [HR. Muslim,
No. 2077]
- ‘Illah (sebab adanya hukum) hadits di atas
karena menyerupai pakaian orang kafir sehingga harom digunakan.
Dalil ke-2 :
Telah menceritakan kepada kami Daud bin
Rusyaid; Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayyub Al Mushili; Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Nafi’ dari Sulaiman Al Ahwal dari Thawus
dari ‘Abdillah bin ‘Amru ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
melihat saya sedang mengenakan dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, maka
beliau bersabda, “Apakah ibumu yang menyuruh seperti ini?” Aku berkata, “Aku
akan mencucinya”. Beliau bersabda: ‘Jangan, akan tetapi bakarlah.’ [HR. Muslim,
No. 2077]
Dalil ke-3 :
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam melihat
seseorang memakai ribqoh yang mengandung ‘ushfur. Maka, Nabi pun bertanya, “Mengapa
kamu memakainya?” Kemudian sahabat yang bernama ‘Abdulloh bin ‘Amr bin ‘Ash mengetahui bahwa Nabi tidak senang kepada
baju tersebut. Lalu, beliau pun kembali pulang ke rumahnya mendatangi
keluarganya dan menyuruh mereka untuk menyalakan tungku serta dia lemparkan
baju tersebut ke dalamnya. Keesokan harinya, beliau mendatangi Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam. Maka, Nabi pun bertanya, “Wahai, Abdulloh bagaimana dengan pakaian
mu’ashfar (pakaian yang dicelup ‘ushfur) milikmu?” Abdulloh berkata, “Sudah
saya bakar.” Lalu, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah
engkau memberikan kepada sebagian keluargamu sebab hal itu tidak mengapa bagi
wanita.”
Dalil ke-4 :
Hadits dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu dalam riwayat Bukhory bahwa Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki untuk memakai minyak wangi
za’faron. Za’faron adalah minyak wangi yang sangat keras baunya dan merupakan
parfum khusus bagi wanita dalam rumahnya.
Dalil ke-5 :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Yahya ia berkata; ‘Aku membaca Hadits Malik dari Nafi’ dari Ibrahim bin
‘Abdullah bin Hunain dari Bapaknya dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang berpakaian yang
dibordir (disulam) dengan sutera, memakai pakaian yang dicelup ‘ushfur, memakai
cincin emas, dan membaca Al Qur’an saat ruku’.” [HR. Muslim,
No. 2078]
- Kesimpulan
:
Hukumnya harom memakai pakaian yang dicelup
atau pakaian mu’ashfar.
- Bagaimana hukum menggunakan pakaian
berwarna merah? Ada ikhtilaf dikalangan ‘ulama. Pendapat yang benar adalah
boleh selama warna asalnya merah dan bukan warna merah yang dicelup. Pendapat
ini dikuatkan oleh Imam Asy-Syaukani.
10.
Sholat dalam Keadaan Kepala Terbuka
- Penulis berpendapat bahwa sholat dalam
keadaan tidak memakai penutup kepala bagi laki-laki adalah boleh. Kalau wanita
harom karena aurot. Akan tetapi, penulis juga berpendapat bahwa membuka kepala
ketika sholat tanpa adanya ‘udzur hukumnya makruh. Beliau menukil pendapat dari
Syaikh Al-Albani rohimahulloh. Akan tetapi, tidak ada sisi pendalilan dari
pendapat Syaikh Al-Albani tersebut sebab jika ingin memakruhkan harus
mendatangkan dalil yang jelas dari Nabi. Pendapat Syaikh Al-Albani ini
diselisihi oleh Syaikh bin Baz, Syaikh Al-‘Utsaimin, Syaikh Muqbil
rohimahumulloh.
- Syaikh bin Baz pernah ditanya tentang apa
hukumnya dengan imam yang tidak menggunakan penutup kepala? Kata beliau, tidak
mengapa sebab bukan aurot karena yang wajib adalah menggunakan izar atau rida’
(selendang). Ada pun jika ia ambil “perhiasannya”, seperti peci untuk
menyempurnakan pakaiannya, maka hal itu lebih utama karena Alloh berfirman,
“Wahai, Bani Adam! Ambillah perhiasanmu setiap kali engkau memasuki masjid.”
Jika adat suatu negara tidak menutup kepala, maka tidak mengapa dia membuka
kepalanya.
- Syaikh Muqbil rohimahulloh adalah orang
yang paling keras mengingkari pendapat yang mengatakan makruhnya tidak memakai
penutup kepala.
- Kesimpulan
:
Kalau memakai peci dalam rangka menghias
dirinya ketika memasuki masjid, menghadap Alloh è lebih afdhol sebagaimana adat di Indonesia yang terbiasa sholat dengan
menggunakan peci. Tidak sampai menghukumi makruh bagi orang yang membuka
kepalanya saat sholat. Syaikh Al-Albani berkata bahwa adat membuka kepala
pertama kali muncul ketika masa penjajahan sehingga beliau menghukumi makruh
membuka kepala tanpa ‘udzur.
_SELESAI_
[Faidah dari
Al-Ustadz Dzulqornain hafizhohulloh dalam Pembahasan “Al-Qoulul Mubin fi
Akhtoo’il Mushollin”, Pasal ke-1, 2013]
______________________________________________________________________________
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar