Rabu, 17 Juni 2015

Beginilah Para Salaf di Bulan Romadhon





........................

Bismillaahirrohmanirrohiim,


Setiap datang Romadhon, 
hendaklah seseorang mempersiapkan dirinya...
Jika terbersit dalam hatinya untuk melakukan kemaksiatan, 
maka kurangilah...


Lihatlah, bagaimana teladan para Salaf ketika Romadhon tiba ..

- Diantara mereka ada yang mengurung dirinya mengkhususkan untuk beribadah 

- Berpaling dari kesibukan dunia, fokus pada amalan akhirat, memutus syahwatnya 

- Mereka isi seluruh Romadhon mereka dengan amal-amal ketaatan : sholat, shodaqoh, perbuatan-perbuatan yang baik 

- Dan diantara mereka memperbanyak do'a ketika Romadhon tiba dan bersedih tatkala harus berpisah dengan Romadhon. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir bahwa diantara do'a para Sahabat ketika datang Romadhon, "Ya Alloh, sampaikanlah aku kepada bulan Romadhon dengan selamat, selamatkanlah Romadhon untukku, dan selamatkanlah aku hingga di penghujung Romadhon." Sebab Romadhon adalah bekal mereka untuk mengumpulkan pahala yang berlimpah.



... Dan diantara amalan-amalan para Salaf di bulan Romadhon :

>>> Menjadikan Romadhon sebagai Syahrul Qur'an

Nabi Shollallohu 'alaihi wa Sallam selalu menyibukkan harinya dengan tilawah. Menjadikan Al-Qur'an bukan hanya sebagai sesuatu yang dibaca, tetapi juga ditadabburi. Sebagaimana akhlak beliau itu digambarkan dalam sebuah hadits. Dari Ibnu Mas'ud rodhiyallohu 'anhu, beliau berkata, “Suatu hari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah Al-Qur’an kepadaku.” Maka aku katakan kepada beliau, “Wahai Rosululloh, saya membacakan Al-Qur’an kepadamu, sementara Al-Qur’an diturunkan kepada engkau?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka aku pun mulai membacakan kepada beliau surat An-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai pada ayat yang berbunyi, “Bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka?” (QS. An-Nisaa’ : 40). Maka, beliau Shollallohu ‘alaihi wa Sallam berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau basah karena menangis.

Beliau Shollallohu ‘alaihi wa Sallam terbiasa membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang panjang ketika sholat malam. Setiap datang ayat-ayat Surga, Neraka, atau azab beliau menangis. Ketika membaca ayat-ayat tentang nikmat, beliau berhenti karena takut amal dan ibadah beliau sedikit sehingga tidak dapat merasakan nikmat Alloh di Surga.

Dahulu ada seorang ulama bernama Manshur bin Mu’tamir. Setiap malam datang tetangganya melihat seperti ada tiang di dalam rumah beliau karena saking lamanya berdiri. Ketika Manshur meninggal, tetangganya tidak pernah lagi melihat tiang tersebut. Kemudian tetangganya itu bertanya kepada Ibunda Manshur, “Kemana tiang yang berada di lantai atas rumah kalian?” Ternyata tiang yang dahulu selalu ia lihat sepanjang malam itu adalah Manshur bin Mu’tamir  yang senantiasa sholat sepanjang malamnya.

Dahulu juga ada seorang ulama yang ditanya oleh anaknya, “Bagaimana caranya agar seseorang itu menangis ketika sholat?” Sang ayah menjawab, “Tadabburi-lah Al-Qur’an!” Maka, ketika sang anak sholat malam bersama ayahnya dan ketika sampai pada ayat-ayat azab, sang anak menangis hingga terjatuh dan tak lama ia pun meninggal.

Ketika datang ayat-ayat azab, lewat begitu saja seolah-olah kita selamat dari azab Alloh. Ketika datang ayat-ayat nikmat, seolah-olah kita yang mendapat nikmat.

“ Sungguh ada salah seorang diantara kalian yang melakukan amalan-amalan penghuni Surga hingga  jarak antara dia dengan Surga hanya sehasta, namun takdir telah mendahului dia sehingga dia pun melakukan amalan penghuni Neraka dan dia pun masuk ke dalamnya. Dan sungguh ada salah seorang diantara kalian yang melakukan amalan penghuni Neraka hingga jarak antara dia dengan Neraka hanya sehasta, namun kemudian takdir mendahuluinya sehingga dia pun melakukan amalan penghuni Surga dan dia pun masuk ke dalamnya. " [HR. Bukhory dan Muslim]

Ketika turun ayat-ayat Alloh, apakah dengan penyampaian ayat itu kalian hanya TERKAGUM-KAGUM SAJA DAN SAMA SEKALI TIDAK MENANGIS?

Dan diantara teladan para salaf yang menunjukkan kelembutan hati mereka ketika mendengar ayat-ayat Alloh adalah kisahnya para penduduk Ahli Suffah. Dalilnya telah menceritakan dari Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, ketika turun ayat (QS. An-Najm : 59-60), para penduduk Ahli Suffah menangis hingga air mata mereka membasahi imamah mereka. Ketika Nabi mendengar tangisan mereka, Nabi menangis bersama mereka, maka kami pun ikut menangis bersama Nabi. Lalu Nabi berkata, “Tidak akan disentuh api Neraka orang yang menangis karena takut kepada Alloh. Seandainya kalian tidak melakukan dosa, niscaya Alloh akan datangkan kaum yang melakukannya sehingga mereka meminta ampun, lantas Allah mengampuni mereka.” [HR. Al-Baihaqi 1/489]

Demikianlah Imam Malik rohimahulloh (Imam Darul Hijroh) ketika Romadhon tiba, beliau tidak duduk di kursi beliau untuk mengajar, tidak datang ke majelis ilmu, tapi beliau sibukkan diri beliau dengan Al-Qur’an.

Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahulloh apabila Romadhon datang, beliau tinggalkan seluruh murid-murid, keluarga, dan majelis beliau lalu beliau fokuskan diri beliau untuk membaca Al-Qur’an.



>>> Menghidupkan Amalan Mereka dengan Qiyamul Lail

Ada yang di pagi hari wajahnya pucat karena tidak tidur.

Ada yang sehabis sholat isya’ mereka tidur lalu bangun untuk sholat malam hingga waktu sahur tiba.

Semua semata-mata karena mengharapkan pahala yang dijanjikan Alloh.
Dalam hadits disebutkan bahwa Puasa dan Al-Qur’an akan menjadi syafaat bagi orang yang melakukannya. Puasa memohon kepada Alloh agar diizinkan memberi syafaat karena dengan sebab puasalah seorang hamba meninggalkan syahwatnya. Demikian pula Al-Qur’an memohon agar diizinkan memberi syafaat kepada orang yang menghidupkan malamnya dengan Al-Qur’an karena dengan sebab Al-Qur’an lah seorang hamba terhalangi dari tidurnya. Maka, puasa dan Al-Qur’an memohon agar diizinkan memberi syafaat kepada orang yang melakukannya. ( Al-Hadits )

Tetapi, sholat malam bukanlah perkara yang mudah. Kata Imam Al-Hasan, “ Dari seluruh ibadah yang aku kerjakan, tidak ada yang lebih berat daripada menghidupkan sholat malam.”

Sholat malam adalah sifat orang-orang yang bertaqwa, sifatnya para Nabi dan Rosul. Butuh kezuhud-an dan kesungguhan untuk mengerjakannya. Tetapi, di bulan Romadhon, kita diberikan kemudahan untuk melakukkannya tinggal masalahnya mau melakukan atau tidak.

Kata Ibnu Musayyab, “Bahwa seseorang yang rutin mengerjakan sholat malam, maka setiap orang yang memandangnya akan merasa cinta kepada dirinya.”

Kata Imam Hasan, “ Bahwa orang yang mengerjakannya akan terlihat cahaya dari wajahnya.”

Dahulu ada seorang ulama yang ditanya bagaimana menjaga sholat malam agar kita bias rutin mengerjakannya karena orang tersebut merasa kesulitan untuk menghidupkannya. Kata beliau, “Saya memaksa diri saya selama 40 tahun lamanya untuk mengerjakan sholat malam. Maka, setelah 40 tahun berlalu, barulah jiwa saya terbiasa dan istiqomah dalam mengerjakannya.” Dan ulama yang lain, “ Saya memaksakan diri saya selama 20 tahun lamanya untuk sholat malam. Maka, setelah 20 tahun lamanya barulah saya merasakan nikmatnya qiyamul lail.” Perhatikan, setelah berlalu 40 tahun, barulah jiwanya terbiasa dengan sholat malam,,,

Oleh karena itu, jangan sampai seorang tholibul ilmi dia tertipu menyibukkan malamnya dengan menulis ilmu, tapi lalai dengan sholat malamnya.



Tidaklah seorang Ahli Ibadah dikenal, 
Melainkan ia juga dikenal sebagai Ahlul Ilmi. 
Demikian pula, tidaklah seorang Ahlul Ilmi dikenal, 
melainkan ia juga dikenal sebagai Ahli Ibadah. 



Setelah mengenal hadits dan memahami syariat, Imam Ahmad rohimahulloh tidak ada satu malam pun yang beliau hidupkan, kecuali dengan sholat.

Demikian pula dengan Imam Malik yang menghidupkan malamnya hingga para tamu yang menginap di rumah beliau bertanya kapan Imam Malik beristirahat karena beliau di malam hari menghidupkan malamnya dengan sholat dan di siang hari beliau pergi ke majelis.

Atsar para Salaf terdahulu, “ Ketika malam datang, barulah kami terbangun.”

Suatu hari ada seseorang yang mengeluhkan kepada Ibrohim Ibnu Adam tentang ketidakmampuannya mengerjakan sholat malam.  Baru bangun sudah mengantuk. Maka, Ibrohim Ibnu Adam memberi nasihat, “Obatilah rasa sulit engkau dalam qiyamul lalil dengan tidak bermaksiat kepada Alloh di waktu siang. Dan janganlah engkau bermaksiat di malam hari karena sesungguhnya hanya Alloh lah yang dapat membangunkanmu di malam hari.”

Kata Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahulloh, “ Selama 5 bulan lamanya, saya tidak sanggup untuk mengerjakan sholat malam karena sebuah dosa yang saya lakukan.”



>>> Memperbanyak Celah-celah Kebaikan

Ketika Romadhon datang, Imam Malik rohimahulloh meninggalkan majelis beliau dan mengkhusukan Romadhon untuk banyak mentadabburi Al-Qur’an.

Demikian pula Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhu. Beliau memperbanyak amal-amal sholih. Tidak berbuka puasa, kecuali bersama anak-anak yatim karena pada amalan tersebut terdapat 2 kebaikan, yakni (1). Shodaqoh, dan (2). Kasih saying kepada anak yatim. Dikisahkan bahwa suatu ketika Umar bin Khoththob pernah datang terlambat ketika hari berbuka tiba. Karena ketika itu beliau sedang tidak berada di rumah, maka ketika anak-anak yatim datang ke rumah beliau, maka keluarganya beliau pun menolaknya. Mengetahui hal itu, Umar pun kembali ke luar dan pergi berbuaka puasa bersama anak-anak yatim dan tidak dengan keluarganya. Apa yang menjadi motivasi beliau??? Semata-mata karena ingin memperbanyak amal-amal kebaikan di bulan Romadhon. Sampai kepada hal-hal yang paling ringan sekali pun.

Hal yang sama dilakukan oleh Imam Ahmad, Malik bin Dinar yang mengundang saudaranya untuk berbuka di rumahnya. Bagaimana teladan para Salaf yang lebih mendahulukan saudaranya. Bahkan saudara-saudara mereka yang tidak berpuasa pun, tetap mereka undang untuk makan bersama.

Dan kekurangan harta, tidaklah menghalangi mereka untuk bershodaqoh. Lihatlah bagaimana para ulama kita terdahulu tetap mengundang saudara-saudaranya untuk berbuka di rumahnya WALAUPUN hanya dengan roti kering kering atau segelas air putih. Padahal sudah menjadi hal yang lumrah ketika seseorang diundang untuk berbuka puasa, biasanya orang mengira akan ada banyak makanan lezat disajikan. Akan tetapi, para ulama kita dahulu tidak. Apa yang bisa mereka berikan untuk orang lain sebagai makanan berbuka, maka akan mereka berikan. Walaupun itu hanya SEBONGKAH ROTI KERING saja. Sampai-sampai orang yang mereka undang pun memakannya sedikit-demi sedikit karena mengira hidangan yang disajikan ketika itu barulah hidangan pembuka. Tapi, apa yang para Salaf kita katakan, “ Makanlah! Ayo, makan! Habiskan! Karena hanya itu hidangan untuk kita berbuka puasa hari ini! “ Perhatikan, padahal ada diantara mereka yang tidak memiliki harta, tapi kekurangan tidaklah menjadi penghalang mereka untuk berlomba dalam kebaikan.

Demikianlah terkadang kita mengundang orang-orang yang sebetulnya tidak terlalu butuh untuk diundang berbuka puasa. Oleh karena itu, Umar bin Khoththob dan Ibnu AbbasAtho’, dan selainnya lebih mendahulukan untuk memberi makan kepada orang-orang fakir.



>>> Tidak Memperbanyak Makan ketika Romadhon

Mereka memperbanyak makan ketika hari Ied, bukan ketika Romadhon.

Muhammad Ibnu Abi Ayub ketika Romadhon datang. Beliau tidak makan kecuali dengan 2 jenis makanan saja.

Abul Abbas Al Qossim mengajak saudara-saudara beliau untuk berbuka puasa di rumahnya. Kata beliau, “ Duduklah dahulu. Jangan pergi.” Lalu beliau pun menyajikan roti kering dan air putih.

Faidah terakhir yang bisa saya ambil dari kajian hari itu yang ini penting sekali untuk kita perhatikan bahwa :

Ketika berpuasa, jauhilah majelis-majelis ghibah. Ingatlah bahwa itu adalah dosa besar. Ketika orang lain membicarakan keburukan kita, artinya orang itu sudah 1 tingkat lebih buruk dari kita.  Dari Atho’ dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu bahwa “Apabila engkau berpuasa, janganlah engkau membalas perkataan buruk dengan perkataan buruk juga. Kalau ada seseorang menjelek-jelekkan kita, janganlah engkau balas.”

Ada 1 nasihat yang juga patut kita perhatikan. Ada ulama yang berpendapat bahwa tidak sah puasa seseorang jika dia ber-ghibah. Walaupun, pendapat ini menyelisihi, tapi coba perhatikan pendapat ulama tersebut yang itu menunjukkan besarnya dosa ghibah hingga ulama itu ber-istinbath bahwa tidak sah puasa seseorang yang melakukan ghibah.


Akhir kata, kajian ini sebenarnya bagus sekali. Ketika Ustadz menyampaikan feel-nya dapat sekali. Jika ditulis rasanya kurang / tidak menggugah jiwa. Tapi, ketika mendengarkan langsung, Masya Alloh ...


[ Faidah Kajian dari Al Ustadz Rizky Ariesta hafizhahullah ]    

_____________________________________________________________________        















Tidak ada komentar: